Proses seleksi prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) kembali menjadi perhatian publik, terutama setelah Danrem 143/HO, Brigjen TNI Raden Wahyu Sugiarto, menegaskan pentingnya kejujuran dan disiplin dalam setiap tahapan seleksi. Dalam arahannya kepada para peserta seleksi di Makorem 143/Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, ia menekankan bahwa pelanggaran sekecil apa pun dapat mencoreng citra TNI sekaligus menghancurkan masa depan peserta itu sendiri.
“Seleksi ini bukan sekadar ajang untuk lulus menjadi prajurit, tetapi ujian integritas. Siapa pun yang mencoba melanggar aturan, berarti belum layak mengenakan seragam TNI.”
Seleksi yang Ketat dan Transparan
Seleksi penerimaan prajurit TNI AD di bawah Korem 143/HO tahun ini diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai kabupaten di Sulawesi Tenggara. Proses seleksi mencakup pemeriksaan administrasi, tes kesehatan, tes jasmani, psikologi, dan akademik. Semua tahapan dilaksanakan dengan pengawasan ketat dari tim panitia pusat dan daerah untuk memastikan transparansi dan objektivitas.
Dalam kesempatan itu, Brigjen TNI Raden Wahyu menegaskan bahwa seleksi bukan hanya tentang kemampuan fisik semata, tetapi juga tentang moral dan mental. Ia menolak keras segala bentuk praktik kecurangan atau titipan dari pihak mana pun.
“Kalian semua punya peluang yang sama. Tidak ada anak pejabat atau anak rakyat kecil. Yang akan diterima hanyalah mereka yang memenuhi syarat, berkompeten, dan berjiwa ksatria.”
Menurutnya, semangat reformasi birokrasi di tubuh TNI menuntut agar setiap prajurit yang diterima benar-benar bersih dari praktik nepotisme dan kolusi. Itulah sebabnya, setiap proses seleksi dilakukan secara terbuka, diawasi oleh berbagai pihak, dan menggunakan sistem penilaian yang objektif.
Makna Seleksi Bagi Calon Prajurit
Seleksi menjadi tahap paling penting bagi calon prajurit sebelum resmi bergabung dengan TNI AD. Di tahap ini, bukan hanya fisik yang diuji, tetapi juga mental, moral, serta motivasi untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.
Danrem 143/HO dalam arahannya menyebut bahwa banyak peserta datang dengan semangat tinggi, namun tidak sedikit yang masih kurang memahami arti sebenarnya menjadi seorang prajurit. Menurutnya, menjadi prajurit bukan hanya pekerjaan, tetapi panggilan hidup untuk melindungi rakyat dan menjaga kedaulatan negara.
“TNI bukan tempat untuk mencari kekayaan atau jabatan. Ini adalah jalan pengabdian. Siapa pun yang masuk harus siap memberikan segalanya, bahkan nyawa, demi bangsa dan rakyat Indonesia.”
Kata-kata itu menggema di lapangan apel, di hadapan para peserta yang tampak tegang namun penuh semangat. Brigjen Wahyu menambahkan bahwa seleksi ini harus menjadi cermin bagi setiap peserta untuk menilai kesiapan diri, bukan sekadar ajang untuk menunjukkan kemampuan fisik.
Disiplin Sebagai Pondasi Utama
Salah satu nilai utama yang ditekankan oleh Danrem 143/HO adalah disiplin. Ia mengingatkan bahwa keberhasilan dalam dunia militer berawal dari kedisiplinan dalam hal-hal kecil. Mulai dari datang tepat waktu, berpakaian rapi, hingga mematuhi aturan dan instruksi pelatih.
Kedisiplinan, kata Brigjen Wahyu, adalah kunci utama dalam membentuk karakter seorang prajurit sejati. Mereka yang terbiasa melanggar aturan kecil, tidak akan mampu menghadapi tantangan besar di medan tugas.
“Kalau kamu tidak bisa mematuhi aturan di masa seleksi, bagaimana bisa kamu mematuhi perintah saat memegang senjata di medan perang?”
Para pelatih dan panitia seleksi juga diberi instruksi tegas untuk menegakkan aturan tanpa pandang bulu. Setiap pelanggaran, sekecil apa pun, akan mendapat sanksi. Tidak ada toleransi bagi peserta yang mencoba mengakali sistem, baik dengan bantuan orang dalam maupun dengan cara-cara tidak jujur lainnya.
Peran Orang Tua dan Masyarakat
Dalam kesempatan yang sama, Brigjen Wahyu juga menyoroti peran orang tua dan masyarakat dalam mendukung proses seleksi yang bersih. Ia meminta agar tidak ada upaya “membantu” anak dengan cara yang salah, seperti menyogok panitia atau mencari jalan pintas agar lulus.
Menurutnya, tindakan seperti itu justru dapat mencelakai calon prajurit. Karena selain melanggar hukum, hal itu menunjukkan bahwa anak tersebut tidak siap untuk mengemban tanggung jawab besar sebagai anggota TNI.
“Kalau ingin anakmu jadi prajurit, biarkan ia berjuang dengan kemampuannya sendiri. Bantulah dengan doa, bukan dengan amplop.”
Pernyataan itu mendapat sambutan positif dari para orang tua yang hadir di lokasi seleksi. Banyak di antara mereka mengaku bangga karena proses seleksi tahun ini dinilai lebih jujur dan transparan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Inovasi Dalam Proses Seleksi
Korem 143/HO juga melakukan sejumlah inovasi dalam pelaksanaan seleksi untuk memastikan hasil yang benar-benar objektif. Salah satunya adalah penggunaan sistem penilaian digital dan barcode pada setiap peserta. Dengan sistem ini, setiap hasil tes langsung terhubung ke database pusat sehingga tidak ada peluang manipulasi data.
Selain itu, panitia juga bekerja sama dengan pihak rumah sakit militer dan dokter independen untuk memastikan hasil tes kesehatan dilakukan secara profesional. Langkah ini diambil untuk menutup celah bagi praktik percaloan yang kerap mencoreng nama baik institusi.
“Transparansi adalah bentuk tanggung jawab kami kepada bangsa. Jika ingin melahirkan prajurit terbaik, prosesnya pun harus bersih dan bermartabat.”
Tidak hanya peserta, panitia seleksi pun diawasi secara ketat oleh aparat pengawasan internal TNI. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap personel yang terlibat dalam seleksi bekerja dengan integritas tinggi.
Semangat Juang Para Peserta
Ratusan peserta terlihat bersemangat mengikuti setiap tahap seleksi. Dari pagi hingga sore, mereka menjalani serangkaian ujian fisik seperti lari 12 menit, push-up, sit-up, dan pull-up. Di tengah teriknya matahari, semangat mereka tidak surut sedikit pun.
Beberapa peserta mengaku sudah mempersiapkan diri berbulan-bulan untuk momen ini. Ada yang berlatih fisik setiap hari, menjaga pola makan, dan bahkan meninggalkan pekerjaan sementara demi fokus mengikuti seleksi.
Salah satu peserta asal Kolaka mengungkapkan rasa bangganya bisa sampai ke tahap ini. Ia menilai arahan Danrem menjadi motivasi tersendiri untuk berjuang lebih keras.
“Saya ingin membuktikan bahwa anak daerah pun bisa lolos seleksi jika punya niat dan kerja keras. Arahan Danrem membuat saya makin yakin untuk berjuang sampai akhir.”
Membangun Generasi Prajurit yang Berintegritas
Dalam arahannya, Brigjen Wahyu menegaskan bahwa TNI AD membutuhkan prajurit yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga tangguh secara mental dan moral. Ia menyebut bahwa kejujuran adalah pondasi utama dari integritas prajurit.
Menurutnya, dunia militer adalah dunia yang sarat dengan tanggung jawab. Seorang prajurit harus bisa dipercaya dalam situasi apa pun di medan perang maupun dalam kehidupan sehari-hari.
“Integritas itu tidak bisa diajarkan di ruang kelas. Ia lahir dari hati yang jujur dan niat yang tulus untuk mengabdi.”
Brigjen Wahyu menambahkan, seleksi bukan hanya mencari yang terkuat, tetapi juga yang memiliki hati bersih dan tekad kuat untuk melayani bangsa. Oleh karena itu, seleksi kali ini dirancang untuk menguji karakter, bukan hanya kemampuan fisik.
Dukungan dari Komando Atas
Proses seleksi di bawah Korem 143/HO juga mendapat perhatian langsung dari Pangdam XIV/Hasanuddin, Mayjen TNI Bobby Rinal Makmun. Ia mendukung penuh langkah tegas Danrem untuk menegakkan aturan dalam setiap tahapan seleksi.
Mayjen Bobby menilai, upaya membangun integritas sejak tahap awal rekrutmen akan menciptakan kultur militer yang kuat dan profesional di masa depan. Ia mengingatkan bahwa TNI harus selalu menjadi contoh dalam hal disiplin dan kejujuran.
“Kita tidak butuh prajurit yang hanya gagah di luar tapi rapuh di dalam. Kita butuh mereka yang jujur, tangguh, dan siap berdiri di garis depan demi merah putih.”
Harapan untuk Masa Depan
Seleksi prajurit di bawah Korem 143/HO bukan sekadar agenda rutin tahunan, tetapi bagian dari upaya mencetak generasi penerus bangsa yang berjiwa patriotik dan berintegritas tinggi. Brigjen Wahyu berharap, para peserta yang tidak lolos pun dapat belajar banyak dari proses ini dan tidak menyerah untuk mencoba lagi di tahun berikutnya.
Ia menegaskan bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses pembentukan karakter. Dalam dunia militer, semangat pantang menyerah adalah nilai yang paling dihormati.
“Yang membuat seseorang layak disebut prajurit bukan karena ia menang, tapi karena ia tidak pernah berhenti berjuang.”
Dengan semangat itu, seleksi di Korem 143/HO tahun ini menjadi contoh nyata bagaimana institusi militer bertransformasi menuju proses yang lebih modern, transparan, dan berintegritas. Para peserta diajak memahami bahwa menjadi prajurit bukan sekadar cita-cita, tetapi panggilan untuk mengabdi seutuhnya kepada bangsa dan negara.
Brigjen TNI Raden Wahyu Sugiarto menutup arahannya dengan nada tegas namun penuh makna: “Ikuti proses ini dengan jujur. Karena hanya mereka yang taat aturan yang pantas membela kebenaran.”