Dugaan Korupsi di Kementerian Pertahanan: Kejagung Periksa 3 Saksi

Hukum25 Views

Pada Mei 2025, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) kembali menggencarkan penegakan hukum atas dugaan korupsi besar di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Fokus penyidikan ini adalah proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT), yang terindikasi merugikan negara hingga US$21,3 juta atau sekitar Rp300 miliar. Kejagung telah menetapkan tiga tersangka utama, serta memeriksa sejumlah saksi untuk memperkuat konstruksi hukum dalam kasus ini.

Latar Belakang dan Skema Kasus

Proyek Satelit yang Sarat Masalah

Pengadaan proyek satelit slot orbit 123° BT bermula pada tahun 2016 saat Kementerian Pertahanan menjalin kerja sama dengan perusahaan asing Navayo International AG. Kontrak kerja sama ditandatangani dengan nilai awal sebesar US$34 juta, yang kemudian diubah menjadi sekitar US$29,9 juta. Proyek ini seharusnya mendukung sistem pertahanan strategis Indonesia, namun pelaksanaannya justru menyisakan sejumlah kejanggalan hukum.

Dalam praktiknya, proyek ini tidak melalui prosedur lelang terbuka atau mekanisme pengadaan sesuai regulasi pemerintah. Hal tersebut menjadi titik awal terjadinya pelanggaran administrasi dan penyimpangan anggaran dalam pelaksanaannya.

Penunjukan Mitra Asing Tanpa Prosedur

Navayo International AG, perusahaan yang berbasis di luar negeri, ditunjuk sebagai mitra penyedia jasa tanpa proses seleksi yang sah. Dugaan kuat menyebutkan bahwa penunjukan tersebut direkomendasikan langsung oleh pejabat Kemhan, tanpa melibatkan proses tender atau verifikasi kelayakan perusahaan. Hal ini memunculkan pertanyaan besar terkait transparansi dan integritas pelaksanaan proyek strategis nasional tersebut.

Penetapan Tersangka dan Pemeriksaan Saksi

Tiga Tersangka Utama dalam Perkara Koneksitas

Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka:

  • Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi (LNR), mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.
  • Anthony Thomas Van Der Hayden (ATVDH), Tenaga Ahli Satelit di Kemhan yang memiliki peran penting dalam memfasilitasi proses administratif proyek.
  • Gabor Kuti (GK), CEO Navayo International AG yang menjadi mitra kontraktual dari Kemhan dalam proyek ini.

Ketiganya diduga bersekongkol dalam menandatangani dokumen Certificate of Performance (CoP), yang menyatakan bahwa barang telah diterima, meski kenyataannya tidak dilakukan pemeriksaan teknis.

Pemeriksaan Intensif terhadap Saksi

Dalam tahap penyidikan, Kejagung telah memeriksa lebih dari 60 saksi yang terdiri dari:

  • 52 saksi dari kalangan sipil
  • 7 saksi dari kalangan militer
  • 9 orang ahli, termasuk 6 ahli satelit

Salah satu pemeriksaan kunci dalam Mei 2025 dilakukan terhadap tiga saksi utama yang diduga memiliki informasi signifikan terkait pelaksanaan proyek dan peran para tersangka. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup dan intensif di Gedung Pidana Militer Kejaksaan Agung.

Kerugian Negara dan Audit Resmi

Perhitungan Kerugian Negara

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat bahwa proyek yang dijalankan Navayo menyebabkan kerugian negara sebesar US$21.384.851,89. Angka ini muncul dari pembayaran fiktif atas proyek yang tidak terealisasi secara fisik maupun teknis.

Dampak Putusan Arbitrase Internasional

Selain kerugian langsung, Kemhan juga dibebani pembayaran sebesar US$20.862.822 akibat kekalahan dalam proses arbitrase di Singapura. Arbitrase ini terjadi karena CoP telah ditandatangani, yang secara hukum mengikat kontrak tersebut sebagai telah selesai, padahal pekerjaan tidak pernah diselesaikan oleh pihak mitra.

Implikasi Hukum dan Politik

Upaya Kejagung Tegakkan Supremasi Hukum

Kasus ini menjadi bukti bahwa Kejaksaan Agung mulai serius dalam membongkar korupsi berjaringan di lingkungan kementerian strategis seperti Kemhan. Jaksa Agung dan Jampidmil secara tegas menyatakan bahwa penegakan hukum akan dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk kepada tokoh militer atau sipil yang masih aktif maupun purnawirawan.

Langkah Kejagung juga mendapat apresiasi dari publik karena memperlihatkan komitmen nyata dalam membangun transparansi dan akuntabilitas di tubuh kementerian yang selama ini dikenal tertutup.

Sorotan Terhadap Tata Kelola Proyek Pertahanan

Kasus ini memperlihatkan celah dalam tata kelola proyek pertahanan nasional, terutama dalam hal pengadaan internasional. Minimnya pengawasan dan tidak adanya keterlibatan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menjadi masalah utama yang harus dibenahi. Pemerintah diharapkan segera mengevaluasi sistem pengadaan strategis dan membangun mekanisme kontrol internal yang lebih kuat di kementerian pertahanan.

Momentum Bersih-Bersih di Lembaga Strategis Negara

Dugaan korupsi proyek satelit slot orbit 123° BT di Kemhan membuka mata publik terhadap bahaya laten penyalahgunaan kekuasaan dalam proyek strategis negara. Pemeriksaan terhadap tiga saksi kunci oleh Kejagung menandai babak penting dalam upaya membongkar skandal ini secara menyeluruh.

Jika Kejaksaan Agung mampu menyelesaikan kasus ini secara tuntas, maka proses hukum tersebut bisa menjadi preseden penting dalam upaya penegakan integritas di sektor pertahanan nasional. Di tengah tantangan global dan kebutuhan alutsista yang tinggi, Indonesia tidak boleh lengah dalam membangun sistem yang bersih, profesional, dan transparan. Ke depan, pengawasan publik dan reformasi pengadaan menjadi harga mati untuk menghindari pengulangan kasus serupa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *