Dugaan Suap Pengajuan Dana PEN: KPK Cegah dan Geledah Rumah Mantan Dirjen Kemendagri Kasus korupsi kembali mengguncang jajaran elite birokrasi Indonesia. Kali ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan suap dalam pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah tahun 2021. Dana PEN Mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Ardian Noervianto, menjadi sorotan utama setelah dicegah ke luar negeri dan rumahnya digeledah oleh tim penyidik KPK.
Latar Belakang Kasus Dana PEN

Skema PEN dan Celah Korupsi
Dana PEN merupakan instrumen kebijakan pemerintah pusat untuk mendukung daerah bangkit dari dampak pandemi COVID-19. Sayangnya, aliran dana triliunan rupiah ini disinyalir telah dimanfaatkan oleh oknum pejabat untuk mencari keuntungan pribadi melalui skema suap dan gratifikasi.
Keterkaitan dengan OTT Kolaka Timur
Kasus ini terungkap dari pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur, dan Kepala BPBD, Anzarullah. Dari situ, KPK menemukan indikasi korupsi lanjutan dalam pengajuan pinjaman PEN ke Kemendagri.
Geledah Rumah dan Pencegahan Bepergian

Penggeledahan di Jakarta dan Sulawesi
KPK melakukan penggeledahan di rumah Ardian Noervianto di Jakarta, serta beberapa lokasi di Kendari dan Kabupaten Muna. Dokumen, laptop, dan ponsel yang disita diyakini berkaitan erat dengan proses pengajuan pinjaman PEN yang berujung suap.
Dicegah ke Luar Negeri
Untuk kepentingan penyidikan, Ardian dicegah bepergian ke luar negeri. Pencegahan berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Rantai Dugaan Suap dan Peran Tersangka
Fee 3 Persen dari Pengajuan Rp350 Miliar
Dalam pengajuan dana sebesar Rp350 miliar oleh Pemkab Kolaka Timur, Ardian diduga meminta fee sebesar 3%. Kendati hanya Rp151 miliar yang disetujui, dana belum sempat cair karena OTT terhadap Bupati Andi Merya lebih dulu dilakukan.
Peran Perantara dan Aliran Uang
La Ode Syukur, perantara antara Andi Merya dan Ardian, mengaku menerima Rp175 juta. Dana itu digunakan untuk operasional dan pembelian sepeda motor. Skema ini membuka tabir praktik ‘jual beli pengaruh’ dalam pengelolaan dana pemerintah.
Proses Hukum dan Vonis Hakim
Status Tersangka dan Proses Persidangan
Ardian resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Vonis 6 Tahun Penjara
Pada 28 September 2022, Ardian divonis 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp1,5 miliar atau menjalani tambahan hukuman 1 tahun penjara.
Imbas dan Refleksi Kebijakan
Kerusakan Kepercayaan Publik
Kasus ini semakin merusak kepercayaan publik terhadap program pemulihan ekonomi yang seharusnya menyasar masyarakat. Skandal semacam ini mencederai semangat transparansi dan tata kelola anggaran yang baik.
Revisi Tata Kelola Dana PEN
Pakar keuangan publik menyarankan adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengajuan dana PEN. Sistem pengawasan yang lebih ketat, audit digital, dan keterlibatan KPK sejak awal pengusulan jadi langkah preventif yang mendesak.
Efek Jera Masih Lemah?
Meskipun vonis telah dijatuhkan, banyak pihak menilai efek jera terhadap pelaku korupsi masih minim. Hukuman pidana dinilai belum setimpal dengan kerugian sistemik yang ditimbulkan.
Dugaan Suap Pengajuan Dana PEN
Kasus dugaan suap pengajuan dana PEN yang melibatkan mantan Dirjen Kemendagri menjadi preseden buruk dalam tata kelola keuangan negara. Tindakan KPK berupa penggeledahan dan pencegahan merupakan langkah tegas yang harus terus dikawal. Masyarakat dan pemangku kebijakan diharapkan tidak hanya menunggu proses hukum berjalan, tetapi juga mendorong reformasi struktural agar dana publik tidak lagi dijadikan alat kepentingan pribadi segelintir elit.