Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) resmi memeriksa HH, Direktur Utama CV Tiga Bintang Timur, sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di tubuh Perum Perikanan Indonesia (Perindo). Pemeriksaan ini berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan kegiatan usaha dalam rentang tahun 2016 hingga 2019 yang diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. CV Tiga Bintang Timur adalah salah satu mitra usaha Perum Perindo dalam aktivitas jual-beli produk perikanan, khususnya udang, yang disinyalir menjadi bagian dari skema distribusi fiktif yang digunakan untuk menyamarkan transaksi bermasalah. Pemeriksaan HH di Gedung Bundar Kejagung ini menjadi perhatian publik karena menyangkut kerja sama strategis antara BUMN perikanan dan swasta.
Fokus Dugaan Korupsi: Perdagangan Udang dan Aliran Dana
Dalam pemeriksaan tersebut, Kejagung menelusuri aliran dana yang diduga berasal dari Medium Term Notes (MTN) senilai Rp200 miliar yang diterbitkan oleh Perum Perindo. Dana yang seharusnya digunakan untuk memperkuat sektor perikanan tangkap malah dialihkan ke aktivitas perdagangan ikan dan produk perikanan seperti udang.
Kejanggalan muncul karena banyak mitra usaha, termasuk CV Tiga Bintang Timur, dilibatkan dalam skema pembelian produk perikanan tanpa prosedur formal yang semestinya. Tidak ditemukan adanya dokumen kontrak, laporan serah terima, ataupun analisis kelayakan usaha yang menjadi syarat dasar kerja sama antara BUMN dan pihak swasta.

Proses Penyidikan Kejaksaan dan Pemanggilan Saksi
Pemeriksaan Saksi dan Temuan Sementara
Kejagung telah memeriksa sedikitnya 13 orang saksi dari internal Perum Perindo dan mitra kerja swasta untuk mengurai jaringan penyimpangan ini. HH menjadi salah satu dari saksi kunci karena keterlibatan langsung CV Tiga Bintang Timur dalam transaksi dengan nilai signifikan. Kejagung menyita sejumlah dokumen dan perangkat elektronik selama penyelidikan berlangsung, termasuk invoice, bukti transfer, dan catatan pembukuan dari mitra dagang.
Selain HH, sejumlah pejabat struktural dan karyawan dari Subdivisi Business Unit (SBU) Fish Trade Processing Perindo juga telah diperiksa. Investigasi diarahkan untuk menelusuri potensi markup harga, transaksi fiktif, dan pembelian tanpa barang riil yang berujung pada kerugian negara.
Penetapan Tersangka dan Penahanan
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka: NMB (PT Prima Pangan Madani), LS (PT Kemilau Bintang Timur), dan WP (mantan Vice President di Perum Perindo). Ketiganya diduga melakukan pengadaan fiktif dan perjanjian dagang tanpa dasar hukum yang jelas. Tersangka ditahan di tiga lokasi berbeda dan dijerat pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi.
HH belum ditetapkan sebagai tersangka, namun posisi strategisnya dalam alur transaksi menjadi krusial bagi pengembangan penyidikan. Kejagung menyatakan bahwa penetapan tersangka lain tidak menutup kemungkinan dilakukan jika ditemukan dua alat bukti yang sah.
Implikasi Sistemik terhadap BUMN dan Perdagangan Perikanan
Kerugian Negara dan Citra BUMN
Kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal dalam tubuh BUMN. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp149 miliar akibat piutang yang tidak tertagih, transaksi tanpa barang, dan ketidaksesuaian laporan keuangan. Perum Perindo, sebagai BUMN yang mengemban amanah pengelolaan sumber daya laut, kini tercoreng reputasinya.
Ketika sistem dokumentasi dan akuntabilitas dikesampingkan demi kelancaran transaksi, maka bukan hanya kerugian finansial yang ditanggung negara, melainkan juga kepercayaan publik. Penelusuran aliran dana dari MTN Perindo menunjukkan indikasi kuat bahwa dana diputar secara tidak transparan tanpa verifikasi legalitas penggunaan.
Evaluasi Tata Kelola dan Fungsi Pengawasan
Skandal ini mengindikasikan absennya fungsi kontrol risiko dalam pengadaan dan kerja sama bisnis BUMN. Tidak ada analisis kelayakan usaha yang mendasari transaksi. Pihak Perindo memberikan wewenang penuh kepada SBU FTP untuk menunjuk mitra dagang tanpa lelang terbuka atau proses legal procurement yang sah.
Pengamat kebijakan publik menilai bahwa reformasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal BUMN perlu segera dilakukan. Keterlibatan mitra swasta seperti CV Tiga Bintang Timur dalam sistem yang lemah menunjukkan pentingnya unit audit internal dan compliance officer yang aktif.
Tanggapan Masyarakat dan Pihak Perindo
Pernyataan Resmi dari Perindo
Melalui keterangan pers, jajaran komunikasi Perum Perindo menyatakan dukungannya terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Perusahaan berkomitmen untuk memberikan data dan dokumen yang dibutuhkan oleh penyidik serta siap mengevaluasi ulang seluruh kontrak kerja sama yang dilakukan selama periode tersebut.
Manajemen baru Perindo juga tengah melakukan audit internal terhadap semua kegiatan yang bersumber dari MTN serta kerja sama dengan CV yang disebut dalam pemeriksaan. Langkah ini dianggap penting untuk menghindari pelanggaran serupa terulang di masa depan.
Respon Publik dan Aktivis Anti-Korupsi
Masyarakat sipil, terutama kalangan nelayan dan pengamat BUMN, menyuarakan keprihatinan atas kasus ini. CV Tiga Bintang Timur dianggap sebagai contoh bagaimana korporasi kecil dapat terlibat dalam jejaring bisnis BUMN yang tidak sehat. Aktivis antikorupsi dari ICW menyerukan agar Kejagung tidak berhenti pada penetapan tersangka melainkan juga menindak pejabat tinggi yang diduga mengetahui atau memberi restu praktik bermasalah tersebut.
Momentum Reformasi Tata Kelola Perikanan BUMN
Kasus dugaan korupsi di Perum Perindo menjadi refleksi mendalam bagi tata kelola sektor perikanan nasional. Pemeriksaan terhadap HH, Dirut CV Tiga Bintang Timur, membuka tabir bagaimana korupsi bisa tumbuh subur dalam skema kerja sama bisnis yang longgar dan tidak transparan.
Reformasi struktural pada BUMN perikanan, penguatan sistem audit internal, pembentukan sistem e-procurement yang ketat, dan keterlibatan masyarakat sipil dalam pengawasan anggaran harus menjadi prioritas. Tanpa itu, skema serupa dapat kembali terjadi, mengorbankan dana publik dan tujuan pembangunan ekonomi biru yang seharusnya berkelanjutan dan adil.