Napi Cuci Darah di Lapas Sukamiskin Sangat Miris dan Memprihatinkan.
BANDUNG, Jnnews.co.id – Penyakit gagal ginjal kronis saat ini menjadi masalah kesehatan yang serius. Berdasarkan hasil penelitian, penyakit gagal ginjal merupakan penyebab kematian peringkat 18. Jutaan orang meninggal setiap tahun karena tidak mendapatkan perawatan yang intesif.
Beberapa pasien gagal ginjal Kronis juga terdapat di Lapas Kelas 1 Sukamiskin Bandung. Hal ini terungkap ketika Pewarta Jnnews saat melakukan tugas peliputan disalah satu rumah sakit dan tanpa sengaja bertemu dengan salah satu pasien yang ternyata adalah Narapidana Lapas Kelas 1 Sukamiskin ketika sedang mengantri untuk mendapatkan pengobatan cuci darah dibawah pengawalan petugas Lapas. Dengan terbuka sang Pasien menyampaikan kemirisan kondisi Narapidana lainnya yang juga sedang sakit parah dan berkepanjangan sebelum yang bersangutan masuk ke dalam lapas.
“Saat ini di Lapas sukamiskin terdapat 3 orang yang rutin menjalani pengobatan cuci darah keluar Lapas termasuk saya, bahkan ada beberapa yang menderita penyakit Jantung, Stroke, Kelumpuhan, Lupa ingatan, dan lain-lain yang saat ini sedang ditangani pihak lapas”, ujar salah satu Warga Binaan Cuci Darah dengan inisial J.
Ketika disinggung pelayanan kesehatan yang diberikan pihak Lapas, Narapidana tsb menyampaikan ribuan terimaksih dan meski dengan keterbatasan klinik dan dokter Lapas, pihak lapas tetap memberikan pelayanan yang maksimal. Selain itu pihak lapas juga memfasilitasi pengobatan ke rumah sakit diluar Lapas.
“Bagi Warga Binaan yang menderita penyakit kronis termasuk usia manula memang mendapat prioritas utama dalam pelayanan kesehatan , bahkan pihak Lapas memberikan tanda stiker perawatan Medis didepan pintu kamar agar memudahkan semua petugas Lapas dalam memantau kondisi Warga Binaan selama 24 Jam “ Tambahnya.
Lebih lanjut Pewarta Jnnews mencoba mengklarifikasi melalui sambungan telephone kepada Kalapas kelas 1 Sukamiskin, Drs. Elly Yuzar, MH tentang kebenaran kondisi Warga Binaan yang sakit di dalam Lapas.
Kalapas tidak menampik keterangan dari Warga Binaan atas nama J tersebut dengan menyebutkan data datanya yang telah masuk dalam daftar prioritas utama penanganan layanan kesehatan Lapas. Pihaknya mengakui adanya keterbatasan dalam penanganan kesehatan Warga Binaan yang menderita penyakit seperti Ginjal (Cuci darah) bahkan 1 (satu) orang meninggal setelah beberapa lama melakukan perawatan cuci darah. Saat ini pihak Lapas memaksimalkan 1 dokter umum dan 1 dokter gigi berikut tenaga medis dengan peralatan dan obat obatan yang terbatas.
Untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan Warga Binaan, pihak lapas membentuk SATGAS kesehatan dengan melibatkan warga binaan yang berlatar belakang dokter, Kader kesehatan pramuka lapas dan merekomendasi pengobatan ke rumah sakit diluar Lapas. pengeluaran Warga Binaan untuk berobat keluar Lapas dilakukan secara ketat melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan. Selama berada di luar lapas, narapidana tersebut dikawal oleh pihak kepolisian.
Lebih lanjut Kalapas menjelaskan, banyak warga binaan yang menderita penyakit beresiko tinggi bahkan sudah sangat memprihatinkan. Beberapa orang sudah melaksanakan pemasangan Ring jantung bahkan ada yang memakai baterai pemacu jantung. Demikian juga dengaan penyakit lainnya seperti diabetes yang salah satu kakinya diamputasi, hipertensi, stroke bahkan ada yang sudah lupa ingatannya. Meski pihak Lapas telah memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin, namun beban jauh dari keluarga dan beban mental dalam menjalani masa hukuman membuat para Warga Binaan semakin tertekan. Gejala Power Syndrom semakin memperburuk kesehatanya.
“Bagi Warga Binaan yang menderita penyakit kronis termasuk usia manula mendapat prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, bahkan pihak Lapas memberikan tanda stiker perawatan Medis di depan pintu kamar agar memudahkan semua petugas Lapas, SATGAS kesehatan dan PRAMUKA ikut memantau kondisi Warga Binaan 24 Jam “ ujar Kalapas.
Selain itu untuk mempercepat penyembuhan khususnya yang mengalami stroke, dan lupa ingatan pihak lapas memberikan izin kepada keluarga inti untuk memberikan pengobatan aternatif di ruang rawat inap lapas. “Sangat dilematis memang, untuk memberikan akses keluarga inti bertemu Warga Binaan dikala masih dalam pandemic covid 19, namun demi kemanusiaan dan tanggungjawab moral terhadap kesehatan Warga Binaan kami harus melakukan itu, tentu dengan prokes yang sangat ketat. keluarga inti yang akan masuk ke dalam lapas harus melampirkan hasil SWAB antigen,” Tegasnya.
Ketika Pewarta jnnews menyampaikan alasan apa yang menjadikan Pihak Lapas tidak membebasan atau memberikan pengurangan hukuman bagi Warga Binaan yang memang sudah tidak berdaya (beraktifitas dengan bantuan petugas dan orang lain) dalam menjalani masa hukuman, Kalapas terdengar menghela Napas sebelum menjawab pertanyaan awak media Jnnews.
“Secara pribadi demi kemanusiaan memang saya mempunyai keinginan untuk itu (memberikan keringanan hukuman), namun sebagai pejabat Lapas saya juga diwajibkan untuk taat terhadap aturan yang berlaku dan secara kedinasan saya juga tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan hal itu,” tandasnya.
Namun pihak lapas tidak tinggal diam melihat fenomena ini dan atas dasar rekomendasi dokter ahli yang ditunjuk pihak rumah sakit pemerintah setempat, kami sudah mengusulkan 13 Orang Warga Binaan yang menderita sakit berkepanjangan dan sulit untuk disembuhkan agar mendapatkan remisi/pengurangan masa hukuman. Kedepan diharapkan Aparat penegak hukum lainnya juga mempertimbangkan faktor usia dan kesehatan saat akan menjatuhkan hukuman, imbuh Elly. (Jnn/Red)