Pakar Hukum Dukung Terobosan Jaksa Agung dalam Rehabilitasi Pengguna Narkotika

Berita47 Views

Langkah progresif yang diambil oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam menangani kasus-kasus narkotika dengan pendekatan keadilan restoratif telah memunculkan reaksi positif dari banyak kalangan, terutama dari para pakar hukum dan praktisi keadilan pidana. Salah satu terobosannya adalah pemberian prioritas rehabilitasi terhadap pengguna narkotika yang tidak terlibat dalam jaringan pengedar, sebagai bentuk penanganan yang lebih manusiawi dan efektif.

Rehabilitasi: Pendekatan yang Lebih Keadilan Sosial

Pandangan Akademisi Hukum

Para akademisi menilai bahwa pendekatan ini mencerminkan paradigma baru dalam penegakan hukum. Prof. Dr. Musakkir, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, menyebut langkah Jaksa Agung sebagai bentuk penegakan hukum yang responsif dan progresif. Ia menilai kebijakan ini selaras dengan prinsip-prinsip keadilan restoratif yang berorientasi pada pemulihan dan reintegrasi sosial.

Analisis Kriminologis

Selain dari perspektif hukum normatif, pendekatan rehabilitasi juga mendapat validasi dari para kriminolog. Mereka menilai bahwa pengguna narkotika, khususnya pemakai individu dan bukan bagian dari jaringan pengedar, pada dasarnya adalah korban dari sistem sosial dan ketergantungan zat. Oleh karena itu, solusi hukum yang tepat adalah rehabilitasi, bukan pemidanaan.

Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021

Sebagai pijakan hukum, Kejaksaan Agung menerbitkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika melalui pendekatan keadilan restoratif. Pedoman ini menegaskan bahwa pengguna narkotika yang memenuhi kriteria tertentu dapat dibebaskan dari proses penuntutan dan langsung direhabilitasi.

Kriteria yang dimaksud meliputi jumlah barang bukti yang kecil, tidak adanya indikasi keterlibatan jaringan, serta adanya hasil asesmen dari BNN yang menyatakan bahwa pelaku merupakan pengguna yang layak direhabilitasi.

Studi Kasus: Penghentian Penuntutan Kasus di 2024

Pada akhir 2024, dua kasus penyalahgunaan narkotika berhasil diselesaikan melalui mekanisme restorative justice. Kedua tersangka tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya dan terbukti hanya sebagai pengguna terakhir. Dengan pertimbangan kemanusiaan dan hasil asesmen, Kejaksaan menghentikan penuntutan dan merujuk mereka ke lembaga rehabilitasi.

Keputusan ini mendapat sorotan nasional dan diapresiasi oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia serta lembaga penanggulangan narkotika. Hal ini menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia mulai mengadopsi pendekatan yang lebih humanistik dalam menangani masalah narkotika.

Tantangan Implementasi

Kendala Yuridis dan Birokratis

Meskipun pedoman telah tersedia, implementasi di lapangan masih menghadapi banyak kendala. Masih ada aparat penegak hukum yang ragu menerapkan kebijakan ini karena khawatir dianggap melanggar prosedur. Beberapa pengadilan pun belum sepenuhnya menyetujui penghentian perkara sebelum proses peradilan dimulai.

Kebutuhan Sosialisasi Lintas Sektor

Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu dilakukan sosialisasi lintas sektor yang melibatkan kepolisian, kejaksaan, BNN, lembaga rehabilitasi, hingga pengadilan. Sosialisasi ini bertujuan membangun pemahaman bersama bahwa rehabilitasi adalah bentuk penegakan hukum yang lebih bijak dan berorientasi pada pemulihan, bukan pembalasan.

Harapan dan Prospek Ke Depan

Dukungan terhadap kebijakan ini tidak hanya datang dari kalangan akademik dan penegak hukum, tetapi juga dari masyarakat sipil dan keluarga korban penyalahgunaan narkotika. Mereka berharap pendekatan rehabilitasi tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar menjadi kebijakan yang diterapkan secara menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia.

Langkah Jaksa Agung ST Burhanuddin menjadi contoh bagaimana reformasi hukum pidana dapat dimulai dari lembaga kejaksaan sebagai institusi vital dalam sistem peradilan pidana. Jika diterapkan secara konsisten, pendekatan ini diyakini akan mampu menurunkan angka residivis, mengurangi beban Lapas, dan mengembalikan pengguna narkotika ke masyarakat secara lebih sehat dan produktif.

Rehabilitasi Narkotika: Jalan Baru Penegakan Hukum yang Lebih Manusiawi

Kebijakan rehabilitasi pengguna narkotika yang diusung oleh Jaksa Agung menunjukkan arah baru penegakan hukum di Indonesia yang lebih manusiawi, progresif, dan berbasis pemulihan. Dukungan dari pakar hukum, akademisi, dan masyarakat sipil merupakan bukti bahwa terobosan ini patut dilanjutkan dan diperkuat dengan regulasi serta koordinasi antar-lembaga penegak hukum di semua tingkat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *