Palembang, JNNews.co.id –Politeknik Negeri Sriwijaya (Polsri) sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) bergengsi di Indonesia kembali menambah dua guru besar.
Orasi ilmiah kedua guru besar Dalam Ilmu Energi dan Lingkungan pada Jurusan Teknik Kimia Polsri tersebut yakni Prof. Dr. Yohandri Bow, ST., MS dan Prof. Dr. Ir. Leila Kalsum, MT digelar di Aula Polsri, Rabu (8/11/2023).
Sidang senat khusus terbuka tersebut dihadiri langsung oleh Direktur Polsri Dr. Ing. Ahmad Taqwa, MT, Perwakilan Pemrov Sumsel Prof. Dr. H. Juliartha, S.Sos., MM, Ketua Senat Polsri Dicky Seprianto, ST, MT, IPM, Para Dekan dan jajaran serta para tamu undangan.
Pada kesempatan tersebut Direktur Polsri Dr. Ing. Ahmad Taqwa, MT mengucapkan selamat resminya dua dosen Polsri yang telah menyandang guru besar. Saat ini, memang Polsri terus berkomitmen untuk melakukan berbagai terobosan baik itu peningkatan sarana dan prasarana maupun kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga pada gilirannya outputnya akan melahirkan para lulusan yang unggul dan berkualitas.
“Apalagi dalam rangka membawa lulusan untuk siap masuk ke Dunia Usaha dan Dunia Industri, Polsri juga telah tergabung dalam Tim Kordinasi Daerah Vokasi (TKDV) Sumsel yang telah diresmikan pada akhir Oktober 2023 lalu. Dimana TKDV akan menjadi Badan tersendiri yang didalamnya ada Perguruan Tinggi, Pemerintah, Kementerian, LPDV, KADIN, DUDI, Insan Pers dan para stakeholder,” ujarnya.
Lanjut Ahmad Taqwa, bahwa lahirnya kedua guru besar ini menjadi momen yang sangat baik untuk Polsri yang saat ini berbarengan dengan Dies Natalis ke-41 Polsri. Saat ini Polsri sudah memiliki dua guru besar, dan dalam waktu dekat semoga tiga guru besar akan segera menyusul, karena ada beberapa jurnal yang harus diselesaikan.
Senada dengan itu dikatakan PJ. Gubernur Sumsel, Agus Fatoni yang diwakilkan oleh Kepala Dinas BPSDMD, Edward Juliarta mengucapkan selamat kepada Polsri atas capaian peningkatan mutu dan kualitas dosen dengan menambah dua guru besar Teknik Kimia.
Dengan banyak lahirnya para guru besar di Sumatera Selatan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan berharap akan menambah peluang para akademisi yang mendorong lahirnya generasi muda yang berkualitas. “Sehingga pada gilirannya akan mendorong program Sumsel Maju Untuk Semua, menuju Indonesia Maju melalui peran Pendidikan,” harapnya.
Sementara itu Prof. Dr. Ir. Leila Kalsum, MT mengucapkan terima kasih kepada seluruh stakeholder yang telah mendukung capaiannya untuk bisa meraih guru besar. Capaian ini merupakan kumpulan dari berbagai upaya. Terutama dukungan Polsri, keluarga serta rekan.
“Butuh waktu 2-3 tahun, Alhamdulillah capaian ini bisa selesai meraih guru besar. Dan saya adalah guru besar yang ketiga di Polsri,” urainya.
Padahal orasi ilmiahnya, pihaknya mengambil judul “Menggunakan Fixed Dome Digester dan Packed Bed Scrubber Dengan MEA Sebagai Absorbent”
Menurutnya, cadangan energi dunia masih sangat bergantung pada sumber bahan bakar fosil, seperti minyak mentah (crude oil), batu bara, dan gas alam (Kalsum, dkk., 2020). Bahan bakar itu tidak dapat diperbarui, dan cadangan bahan bakar fosil dunia akan mengalami penipisan, maka diperlukan bahan bakar yang dapat diperbarui (Kalsum, dkk., 2020). Biogas merupakan salah satu energi yang dapat diperbarui karena menggunakan bahan baku yang berasal dari biomassa.
Biomassa merupakan salah satu sumber energi primer dunia setelah batubara dan minyak bumi, terutama di negara berkembang (Hall, dkk., 1991). Sumber biomassa banyak disekitar kita diantaranya seperti limbah pertanian, limbah kehutanan, kotoran ternak, fraksi organik dari limbah rumah dan tangga sampah kota. Penggunaan biomassa tidak hanya akan mengurangi ketergantungan kita pada sumber energi fosil, tetapi juga menyediakan energi dengan cara yang berkelanjutan dan netral karbon. Biomassa dapat diubah menjadi bentuk energi yang lebih berharga melalui sejumlah proses termasuk proses biologis, termal, dan mekanis atau fisik (Aggarwal, 2013).
Biogas adalah gas mudah terbakar dan tidak berwarna yang didapat dari proses anaerobik digesti dengan bahan dasar limbah organik (Abubakar, 1990). Biogas memiliki nilai panas pembakaran antara 4800-6200 kkal/m³, dan memiliki rapat jenis 20% lebih ringan dibandingkan dengan udara (Mara 2012). Biogas sering digunakan untuk memasak, penerangan atau sebagai sumber listrik (Bond, dan Templeton, 2011). Namun, suatu pabrik tertentu dapat menggunakan biogas sebagai bahan bakar (Bond, dan Templeton, 2011). Disebagian besar instalasi, biogas digunakan langsung di lokasi untuk menghasilkan panas dan listrik melalui mesin gas, generator dan penukar panas. Pilihan lainnya adalah meningkatkan biogas untuk injeksi jaringan atau digunakan langsung dalam transportasi.
Komponen biogas yaitu campuran antara gas metana (50-70%), karbon dioksida (30-40%), dan gas lainnya dalam jumlah kecil (H2S, dan H2O) (Meynell, 1976). Biogas dengan kandungan metana akan menghasilkan pembakaran yang cukup bersih tanpa menghasilkan jelaga (Kasikamphaiboon, dkk., 2013). Nilai pembakaran gas metana murni dapat mencapai 8900 kkal/m³ (Mara, 2012). Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang memberikan dampak 21 kali lebih berbahaya dibandingkan dengan CO2 (Gustiar, dkk., 2014). Dampak negatif gas metana tersebut dapat dikurangi dengan memanfaatkannya sebagai bahan bakar (Allo, dan Widjasena, 2019).
Disamping kelebihan biogas, terdapat kekurangan dari biogas yang tidak dimurnikan, yaitu terdapat gas impurities, seperti karbon dioksida (CO2), dan hidrogen sulfide (H2S). CO2 pada biogas akan menurunkan nilai kalori, dan korosi (Tabatabaei & Ghanavati, 2018). Selain itu, kandungan H2S dan CO2 yang terdapat pada biogas juga dapat mencemari lingkungan dan kesehatan (Saleh, dkk., 2015a). Untuk mengurangi dampak dari gas impurities yang terkandung dalam biogas, maka perlu dilakukan pemurnian biogas. Proses pembentukan biogas diperoleh melalui proses anaerobic digestion (AD technology) dan sudah banyak dipakai, namun seringnya efisiensi degradasinya rendah dan kurang stabil pada skala komersial. Untuk meningkatkan efisiensi degradasi bisa juga menambahkan aditif untuk meningkatkan performance di skala pasar namun hal ini masih belum sepenuhnya berhasil sehingga penelitian biogas ini masih terus berkembang. Anaerobik Digesti (AD) adalah proses biokimia di mana bahan organik kompleks terurai tanpa oksigen, oleh berbagai jenis mikroorganisme anaerob. Proses AD umumnya terjadi secara alami seperti sedimen air laut, perut ruminansia atau rawa gambut. Dalam suatu instalasi biogas, hasil dari proses AD adalah biogas dan digestate.
“Dan jika substrat untuk AD adalah campuran homogen dari dua atau lebih jenis bahan baku (misalnya kotoran hewan dan limbah organik dari industri makanan), prosesnya disebut “co-digestion” dan umum untuk sebagian besar aplikasi biogas saat ini,” pungkasnya.
Sementara itu, pada orasi ilmiahnya Prof. Dr. Yohandri Bow, ST., MS mengambil judul “Sensor Elektrokimia: Moleculary Imprinted Polymers dan Aplikasinya”.
Menurutnya, Teknik kimia bidang Energi dan lingkungan, elektrokimia serta bioteknologi merupakan bidang yang kini sedang mengalami transformasi pada peningkatan tingkat otomasi yang memerlukan kontrol multifungsi dengan umpan balik, mau analisis keselamatan yang menunjukkan perlunya redundansi pada tingkat tindakan keselamatan, dan penghapusan kesalahan manusia sebagai faktor risiko dalam analisis instrumen
Berbagai macam instrumen pengukur, perekam dan sensor digunakan untuk memberikan gambaran seakurat mungkin tentang keadaan sistem. Jelas dari sini terlihat bahwa kinerja sistem pengukuran sangat bergantung pada sensor. Kesalahan dalam besaran yang diukur dapat diperkuat dalam variabel kontrol atau dalam sistem dinamis.
Selain itu, sebagai konsekuensi dari kemajuan besar dalam analisis elektrokimia dalam bidang Molecularly Imprinted Polymers (MIP) sebagai “sensor cerdas” yang dapat mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif keberadaan konsentrasi senyawa aktif yang sejenis dengan material yang berada pada template MIP. Terminologi deskriptif penginderaan potensial yang terdeteksi melalui energi transduser sebagai signal yang didefinisikan sebagai sensor.
Instrumen sensor MIP bekerja secara spesifik yang tidak memihak pada analit lainnya pada suatu sistem. Sensor MIP adalah probe yang diperuntukkan mendeteksi senyawa kimia atau ion secara selektif dan memberikan sinyal yang bergantung pada konsentrasi.
“Dan ketika sensor MIP tersebut menggunakan prinsip biologis sebagai pengenalan zat, maka sensor MIP akan disebut sebagai biosensor. Biosensor sangatlah selektif dan akan lebih ideal jika masalah stabilitas komponen biologisnya tidak melebihi masa pakainya,” pungkasnya. (DNL)