BALI, jnnews.co.id I Sasih Kanem adalah salah satu waktu yang cukup diwaspadai dalam kalender tradisional Bali. Dalam siklus bulanan yang didasarkan pada sistem kalender Bali, Sasih Kanem dikenal sebagai bulan yang sering kali membawa rasa khawatir bagi masyarakatnya. Sebagian besar orang Bali percaya bahwa Sasih Kanem merupakan masa di mana berbagai penyakit, hama, dan bencana datang melanda. Tidak hanya manusia yang sering kali jatuh sakit pada periode ini, tetapi juga tanaman-tanaman yang mereka tanam dengan penuh harapan, sering kali rusak atau hancur dimakan hama.
Masyarakat Bali memaknai Sasih Kanem dengan cara yang cukup mistis. Mereka percaya bahwa pada bulan ini, alam sedang dalam keadaan tertentu yang bisa mempengaruhi keseimbangan kehidupan. Kepercayaan ini turun-temurun diwariskan, mengingatkan mereka akan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam semesta. Kesehatan fisik dan pertanian yang terganggu di bulan ini dianggap sebagai manifestasi dari gangguan energi atau kekuatan gaib yang muncul pada waktu tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari, Sasih Kanem menjadi momen refleksi bagi masyarakat Bali. Tidak jarang, mereka melakukan berbagai ritual atau upacara adat untuk memohon keselamatan dan keberkahan agar penyakit dan hama yang ditakutkan tidak menyerang mereka. Sebagian besar orang Bali percaya bahwa dengan melakukan upacara tertentu, mereka bisa menenangkan kekuatan alam yang dianggap tengah berada pada puncaknya. Ritual-ritual ini, meskipun penuh dengan simbolisme spiritual, juga mencerminkan kedalaman hubungan masyarakat Bali dengan alam dan kepercayaan mereka terhadap keseimbangan yang harus dijaga.
Namun, di balik segala mitos dan kepercayaan tersebut, Sasih Kanem juga mengingatkan kita akan pentingnya sikap waspada dan perhatian terhadap alam sekitar. Ini bukan hanya soal takhayul atau ritual belaka, melainkan juga tentang bagaimana manusia bisa lebih peka terhadap perubahan alam dan kesehatan, serta berusaha untuk menjaga harmoni antara keduanya. Sasih Kanem, dalam konteks ini, lebih dari sekedar bulan yang ditakuti, melainkan sebuah periode yang mengajak kita untuk lebih menghargai hidup, kesehatan, dan kelestarian alam.
Sasih Kanem dalam tradisi wariga Bali bukan hanya sekadar periode dalam kalender Bali, tetapi juga merupakan saat yang penuh makna spiritual. Di bulan ini, Dewi Durga dikatakan tengah beryoga, sebuah momen sakral di mana energi alam sedang berada pada titik yang sangat kuat. Sasih Kanem berada dalam naungan Batara Guru (Siwa), yang dianggap menguasai arah barat daya. Dalam kepercayaan ini, Batara Guru membawa kekuatan yang harus dihormati dan dijaga agar tidak membawa malapetaka bagi umat manusia.
Menurut ramalan tradisional Bali, jika terjadi gempa bumi pada Sasih Kanem, maka akan banyak kesulitan yang datang menghampiri kehidupan manusia. Dalam kepercayaan tersebut, gempa bumi bukan hanya sebagai bencana alam, tetapi juga pertanda bahwa banyak orang akan menghadapi kehidupan yang penuh tantangan. Bahkan, konon kabarnya, manusia bisa menjadi liar, kehilangan kendali atas perilaku mereka. Karena itu, pada saat seperti ini, masyarakat Bali diingatkan untuk berhati-hati dalam berbicara. Perkataan yang tak terjaga bisa memicu keributan, dan begitu telinga orang mulai panas, situasi bisa berubah kacau. Sebagai akibatnya, bencana alam sering kali mengintai, sementara tindak kejahatan, seperti pencurian, menjadi lebih marak, dengan para pelaku berani bertindak tanpa rasa takut.
Secara lebih praktis, Sasih Kanem juga mengindikasikan musim pancaroba, yakni peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Hujan yang turun pada Sasih Kanem lebih lebat dibandingkan hujan pada Sasih Kalima, yang menandakan adanya perubahan cuaca yang lebih ekstrem. Musim pancaroba selalu membawa tantangan tersendiri, karena perubahan iklim yang tiba-tiba bisa memengaruhi kehidupan, baik di bidang pertanian maupun kesehatan.
Namun, meski Sasih Kanem dikenal dengan segala kepercayaan dan tantangannya, ia tetap mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap perubahan yang terjadi di sekitar kita. Ini adalah waktu untuk introspeksi, menjaga kata-kata, dan lebih berhati-hati dalam tindakan. Sebagaimana hujan yang turun lebih lebat, begitu pula dengan kehidupan yang kadang membawa ujian yang lebih berat. Sasih Kanem mengingatkan kita bahwa dalam setiap peralihan, selalu ada kekuatan yang harus dihormati dan disikapi dengan kebijaksanaan.
Meski kita tidak selalu bisa menghindari tantangan yang datang, kita bisa belajar untuk lebih bijak dan tenang menghadapi segala sesuatu. Pada akhirnya, Sasih Kanem adalah bagian dari siklus alam yang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup.
Sumber : Rangkuman dari berbagai sumber.
Editor : Putu Gede Sudiatmika.