![](https://jnnews.co.id/wp-content/uploads/2025/02/Screenshot_20250213_183428_WhatsApp-780x470.jpg)
![](https://jnnews.co.id/wp-content/uploads/2025/02/Screenshot_20250213_183428_WhatsApp-780x470.jpg)
Pangkalpinang, (Jnnews) | Puluhan elemen masyarakat yang tergabung dalam Forum Bangka Belitung Menggugat (BBM) dan aliansi Mahasiswa Bangka Belitung menggelar aksi damai di Taman Merdeka, Kota Pangkalpinang. Mereka menyampaikan aspirasi terkait vonis ringan terhadap terdakwa kasus korupsi mafia timah yang merugikan negara sebesar Rp 271-300 triliun. Aksi ini bertepatan dengan kunjungan kerja Komisi II dan III DPR RI ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada Kamis (13/2/2025).
Dari pantauan tim KBO Babel, massa aksi mulai bergerak dari titik kumpul di Warkop AKew menuju lokasi demonstrasi di Taman Merdeka.
Turut hadir dalam aksi ini Ketua Forum BBM Subri, Sekretaris Eddy Supriadi, praktisi hukum Hangga Oftafandy SH dan Teja SH MH, akademisi Dr Junaidi Abdillah SH MH, Rikky Fermana Penanggungjawab KBO Babel, serta sejumlah tokoh masyarakat dan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Bangka Belitung.
Desakan Penegakan Hukum: Vonis Koruptor Dinilai Tidak Adil.
![](https://jnnews.co.id/wp-content/uploads/2025/02/Screenshot_20250213_183418_WhatsApp-300x217.jpg)
![](https://jnnews.co.id/wp-content/uploads/2025/02/Screenshot_20250213_183418_WhatsApp-300x217.jpg)
Dalam orasinya, Hangga Oftafandy menegaskan bahwa masyarakat Babel merasa tidak mendapat keadilan atas putusan ringan terhadap para koruptor tambang timah.
Mereka berharap pemerintah pusat dan aparat hukum lebih serius dalam menangani kasus ini, terutama dalam mengusut 375 kolektor timah yang terindikasi berperan sebagai operator dalam tata niaga ilegal timah.
“Kami mengingatkan PT Timah bahwa Kejaksaan Agung sedang melakukan pembenahan tata kelola pertimahan. Kami berharap PT Timah bersabar agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Jangan sampai terulang seperti di Beriga, di mana PT Timah begitu ngotot menerbitkan SPK kepada beberapa mitra hingga akhirnya dibatalkan atas rekomendasi Dewan Provinsi,” tegas Hangga.
Hangga juga menyoroti potensi pelanggaran hukum dalam penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) oleh PT Timah. Ia memperingatkan bahwa jika SPK diberikan kepada perusahaan mitra yang tidak memiliki izin usaha pertambangan, hal ini dapat menjerat petinggi PT Timah, termasuk Direktur Utama Ahmad Dani Virsal, ke dalam pusaran kasus hukum.
Dampak Lingkungan: PIP dan Ancaman Ekosistem Laut
Sementara itu, akademisi Dr Junaidi Abdillah menyoroti dampak lingkungan akibat praktik tambang ilegal yang merusak laut dan mengancam kehidupan masyarakat pesisir.
“PT Timah harus berhati-hati dalam mengeluarkan izin bagi Ponton Isap Produksi (PIP) di wilayah yang rawan konflik. Tambang di laut merusak ekosistem secara permanen dan menghilangkan mata pencaharian nelayan. Kami menuntut agar hukum ditegakkan dengan adil demi kesejahteraan masyarakat Babel,” ujarnya.
Tuntutan Pengembalian Aset Korupsi untuk Bangka Belitung
Ketua Forum BBM, Subri, menekankan bahwa dana hasil korupsi dari mafia timah harus dikembalikan ke Bangka Belitung.
Ia mengkritik para anggota DPR RI dari Dapil Babel yang dinilai diam dan tidak memperjuangkan hak masyarakat.
“Hampir satu tahun kasus ini bergulir, tapi tidak ada satu pun anggota DPR RI dari Babel yang bersuara. Kami menuntut agar hasil sitaan dari kasus korupsi timah dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, pemulihan ekonomi, dan perbaikan lingkungan di Babel,” tegas Subri.
Mahasiswa dari BEM Universitas Bangka Belitung, Hafis, juga menyuarakan tuntutan serupa. Menurutnya, Babel yang kaya sumber daya alam justru menjadi provinsi termiskin ketiga di Indonesia.
“Kami berdiri di sini karena Bangka Belitung tidak baik-baik saja. Provinsi yang kaya akan timah malah menjadi daerah termiskin. Kami meminta keadilan! Uang yang telah dikorupsi harus dikembalikan ke Babel. Kami juga mendukung Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas para mafia timah, termasuk Rp 10,3 triliun yang mengendap di 375 kolektor timah,” ujar Hafis dengan lantang.
Kritik terhadap DPR dan Aparat Penegak Hukum
Di penghujung aksi, Hangga Oftafandy kembali menyoroti lemahnya koordinasi antara lembaga penegak hukum dalam menangani kasus ini.
Menurutnya, hanya Kejaksaan Agung yang terlihat serius memberantas mafia tambang, sementara lembaga lain seperti kepolisian, TNI, dan instansi terkait masih belum menunjukkan sikap tegas.
“Sampai hari ini, yang diusut baru pihak smelter, sedangkan kolektor yang menguasai Rp 10,3 triliun belum tersentuh hukum. Di pelabuhan, pengiriman timah ilegal masih terus terjadi. Anggota DPR RI dari Babel juga tidak pernah bersuara. Kami menuntut kekompakan pemerintah dan aparat penegak hukum agar menindak semua pelaku, bukan hanya smelter,” tegas Hangga.
Ia juga menyinggung tiga anggota DPR RI Dapil Babel—Bambang Patijaya, Rudianto Tjen, dan Melati—yang dianggap pasif dalam memperjuangkan hak masyarakat Babel.
“Kami harap mereka bersuara! Tapi nyatanya, tidak ada satu pun yang berbicara. Bagaimana kami bisa percaya mereka benar-benar peduli terhadap kepentingan rakyat?” ujarnya.
Aksi damai ini berlangsung tertib hingga selesai. Para demonstran berharap tuntutan mereka dapat didengar oleh DPR RI serta pemerintah pusat, sehingga keadilan benar-benar bisa ditegakkan bagi masyarakat Bangka Belitung. /sn
Red