Jakarta, (Jnnews) | Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 5 (lima) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Rabu 18 Desember 2024.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Riana binti Riono dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi bermula pada hari Sabtu tanggal 28 September 2024 sekitar pukul 12.00 WIB di Warung Bu War, yang berlokasi di TPU Grogol, Kemanggisan, Jl. Kemanggisan Pulo No. 51, RT01/RW09, Palmerah, Kecamatan Palmerah, Kota Jakarta Barat.
Warung tersebut diketahui milik Ibu Tersangka Riana binti Riono. Saat itu, Saksi Korban Umyati sedang membeli minuman sambil membawa handphone miliknya yaitu 1 (satu) unit HP VIVO Y 22 berwarna biru. Kemudian, Saksi Korban berpindah lokasi ke seberang warung dengan posisi handphone tersebut ditinggalkan di atas meja warung. Tersangka menyadari handphone ditinggalkan oleh pemiliknya dan muncul niat untuk mengambil handphone tersebut.
Tersangka mengambil 1 (satu) unit HP VIVO Y 22 berwarna biru tersebut lalu menyembunyikannya di bawah plafon warung. Setelah Saksi Korban ingin mengambil handphone miliknya yang sebelumnya ditinggal di atas meja warung, Saksi Korban baru menyadari bahwa handphone tersebut sudah hilang.
Kemudian, sekitar pukul 14.00 WIB, Tersangka pergi ke Pusat Gadai sambil membawa handphone yang telah dicuri tersebut untuk digadaikan sebesar Rp650.000 (enam ratus lima puluh ribu rupiah). Sekitar pukul 14.00 WIB, Saksi Korban diberi tahu oleh Saksi Adi Susanto bahwa Saksi melihat Tersangka pergi ke Pusat Gadai yang beralamat di Jl. Palmerah Barat No. 30. Saksi Korban pun langsung menuju ke lokasi Pusat Gadai tersebut.
Setelah Saksi Korban sampai di Pusat Gadai, Saksi Korban menemukan handphone miliknya dengan bukti gadai atas nama Tersangka. Pada pukul 16.00 WIB, Tersangka berhasil diamankan bersamaan dengan barang bukti yang disita dari Pusat Gadai.
Akibat dari kejadian tersebut, Saksi Korban Ahmad Dwi Afrianto mengalami kerugian sebesar Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) atas data-data yang dihapus oleh Tersangka.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Hendri Antoro, S.Ag., S.H., M.H. dan Kasi Pidum Muhammad Adib Adam, S.H., M.H., serta Jaksa Fasilitator Wulan Bharoto, S.H dan Wulan Swesty Beslar, S.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, barang bukti berupa 1 (satu) buah kotak kardus HP VIVO Y 22 berwarna biru dan 1 (satu) unit HP VIVO Y 22 berwarna biru dikembalikan kepada Saksi Korban. Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DK Jakarta Dr. Patris Yusrian Jaya, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu 18 Desember 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 4 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu:
Tersangka Ricky Chuanes dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Hakim bin Pup dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Dicky Finanda Syahputra alias Diki dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) atau ke-2 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Bambang Supriady dari Kejaksaan Negeri Batu Bara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. /K.3.3.1/seno
Red