JAM-Pidum Kejagung Terapkan 25 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Penadahan di Jayawijaya
Jakarta, (Jnnews) | Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 25 (dua puluh lima) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 26 November 2024.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Yance Kogoya dari Kejaksaan Negeri Jayawijaya, yang disangka Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Pendahan.
Kejadian berawal pada hari Minggu tanggal 15 September 2024 sekitar pukul 15.00 WIT, saksi Muh. Fajar Ramadhan pergi untuk jalan-jalan ke tempat wisata Walesi Wamena, kemudian Ketika saksi Muh. Fajar Ramadhan melintasi jalan Walesi saksi dihadang oleh 3 (tiga) orang yang saksi tidak kenal kemudian saksi dianiaya oleh ketiga orang tersebut.
Kemudian ketiga orang tersebut mengambil barang milik saksi Muh. Fajar Ramadhan berupa 1 (satu) Unit HP Merek Oppo F11 Warna biru muda, setelah itu saksi melaporkan hal tersebut ke Polres Jayawijaya.
Keesokan harinya pada hari Senin tanggal 16 September 2024 sekitar pukul 15.00 WIT, tersangka sedang berada di Pasar Sinakma tepatnya di depan lapak jual beli HP bekas kemudian tiba-tiba datang 1 (satu) orang yang tersangka tidak kenal menawarkan menjual HP dengan berkata “Saya ada jual HP ini”. Kemudian tersangka berkata “Mana?” kemudian tersangka melihat HP tersebut adalah HP Merek Oppo F11 Warna biru mudah.
Lalu tersangka melihat kondisi HP tersebut yang mana kondisi HP tersebut kaca depan pecah dan casing belakang pecah setelah itu tersangka berkata kepada orang tersebut
“Abang ini belakang rusak jadi abang maunya berapa”, kemudian orang tersebut mengatakan “Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) kemudian tersangka berkata “Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) saya ambil”.
Kemudian orang tersebut mengiyakan kemudian tersangka langsung memberikan uang sebesar Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) kepada orang tersebut dan setelah itu orang tersebut meninggalkan tersangka.
Tetapi tersangka melihat ada kerusakan di casing belakang tersangka langsung membawa HP tersebut ke counter untuk memperbaiki kerusakan tersebut kemudian tersangka membayar sebanyak Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk memperbaiki casing belakang HP tersebut.
Selanjutnya pada hari Rabu tanggal 18 September 2024 sekitar pukul 09.00 WIT, Saksi Tantan Hidayat bersama tim Resmob Reskrim Polres Jayawijaya sedang melakukan penyelidikan kasus pencurian dengan kekerasan yang terjadi di kampung walesi yang mana HP milik korban Muh.
Fajar Ramadhan yaitu HP Oppo F11 warna biru muda diambil oleh para pelaku saat itu.
Lalu saksi Tantan Hidayat mencoba menelpon nomor telpon yang terpasang di HP tersebut kemudian pada saat saksi Tantan Hidayat menelfon ternyata ada yang mengankat dan yang mengankat telpon tersebut adalah tersangka.
Setelah itu saksi Tantan Hidayat menyamar sebagai orang yang bekerja di cargo trigana bandara wamena kemudian saksi Tantan Hidayat mengatakan kepada tersangka untuk datang ke cargo trigana bandara wamena untuk mengambil barang. Setelah itu saksi Tantan Hidayat bersama tim resmob polres jayawijaya langsung menuju ke di cargo trigana bandara wamena kemudian saksi Tantan Hidayat melihat tersangka untuk selanjutnya diproses lebih lanjut.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jayawijaya Salman, S.H.,M.H dan Kasi Pidum Rina Frieska Hartati, S.H.,M.H serta Jaksa Fasilitator Hasbi Assidiq, S.H dan Nahdar Arwijayah Nasrullah, S.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Jayawijaya mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Hendrizal Husin, S.H.,M.H., Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 26 November 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 24 perkara lain yaitu:
Terangka Salmon Saroy Kejaksaan Negeri Manokrawi, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Everd Roys Ndoen dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Febianus Pereira dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Ferdianto Sulla alias Tommi dari Kejaksaan Negeri Rote Ndao, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Silvester Saka dari Kejaksaan Negeri Negeri Sikka, yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) jo..Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Tersangka Patrisius Tuga Serang dari Kejaksaan Negeri Ngada, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Fitriah als Fit binti Muhir dari Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Junaidi dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Muhammad Harun Hambali alias Ham dari Kejaksaan Negeri Mataram, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka La Aldy alias Aldy dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Dadang Ara bin Yono dari Kejaksaan Negeri Tulang Bawang, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Junaedi alias Juned dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Muhammad Fauzan Hardian alias Ojan bin Hardi Sony dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Tentang Penganiayaan
Tersangka Hasan Basri bin Husin Zen dari Cabang Kejaksaan Negeri Batanghari di Muara Tembesi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Nurwandi bin H. Malik dari Kejaksaan Negeri Lebak, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Uhroni bin (Alm) Amin dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Maskuri bin (Alm) Mas’udi dari Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Saemuri bin Man Dikromo dari Kejaksaan Negeri Boyolali, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka Dwi Setiyawan alias Iwan bin Suwardi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Triyadi bin Tasmaja dari Kejaksaan Negeri Wonosobo, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Lucky Eka Yaputra anak dari Want Jik dari Kejaksaan Negeri Bengkulu, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 376 KUHP tentang Penggelapan dalam Keluarga.
Tersangka Julius Andese bin Hendra Gunawan dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Misfan bin Miswan dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Ewilter Panjaitan als Panjaitan dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. /K.3.3.1/Seno
Red