JAMPIDUM KEJAGUNG Setujui 3 Pengajuan Restorative Justice
Jakarta, (Jnnews) || Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 3 (tiga) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, pada Jumat (24/6/2022).
Ekspose dilakukan secara langsung di Ruang Aula Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Asisten Tindak Pidana Umum pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 3 (tiga) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut: Tersangka JIMMY TAMAKA dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka DARBIN SILALAHI alias ERWIN dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka LU QINGGAO alias LU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.
Dalam kesempatan ini, JAM-Pidum menyampaikan bahwa prosesnya kalau melihat orang mencuri, ada karena faktor keadaan yang mendesak dan tidak bisa dihindari karena suatu kebutuhan atau mencuri karena profesi. JAM-Pidum melihat kondisi keluarga Tersangka JIMMY TAMAKA kurang baik pasca di PHK tempat dirinya bekerja dan harus membayar tunggakan kontrakan, bukan karena profesinya sebagai penjahat.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada Jaksa karena adanya restorative justice ini, berarti hati kita bekerja dan berempati terhadap keadaan Tersangka yang membutuhkan uluran tangan kita,” ujar JAM-Pidum.
JAM-Pidum melanjutkan, perkara dilimpahkan ke pengadilan menimbulkan stigma orang tersebut sebagai Terdakwa maupun Terpidana. Maka, dengan tidak melimpahkan perkara ke pengadilan, stigma itu kita hilangkan dimana kita kembalikan mereka ke masyarakat tapi dengan syarat.
“Tadi setelah mendengar penjelasan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, korban telah memaafkan Tersangka tanpa syarat. Ini yang saya apresiasi dan berterima kasih kepada Jaksa serta korban. Sebab, biasanya korban tidak puas apabila orang yang bersalah pada dirinya tidak dihukum, tapi ini ada pergeseran dimana masyarakat sudah mulai berempati terhadap kehidupan masyarakat, saudara dan kawan yang tidak mampu,” ujar JAM-Pidum.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. /K.3.3.1/SN
Sumber ; Puspenkum Kejagung RI
Red