Palembang, jnnews.co.id –Sejumlah massa aksi dari Aliansi Pengguna Sungai Lalan kembali turun ke jalan dan mengepung Kantor Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) pada Rabu (28/08/24).
Gelombang protes ini semakin memanas setelah dua hari aksi sebelumnya, pada 26 dan 27 Agustus 2024, tak membuahkan hasil yang diinginkan.
Para demonstran menuntut Pj Gubernur Sumsel untuk segera mundur dari jabatannya, lantaran gagal menginstruksikan pembukaan kembali jalur Sungai Lalan yang telah lumpuh lebih dari sebulan akibat robohnya Jembatan P6.
Koordinator aksi, Dedy Irawan, dalam orasinya mengutuk keras apa yang ia sebut sebagai “kejahatan terhadap rakyat.” Menurutnya, situasi ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bentuk pengabaian serius terhadap nasib masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada Sungai Lalan.
“Sudah lebih dari sebulan jalur ini terblokir, 100 kapal tongkang terjebak, dan ribuan warga terancam kehilangan mata pencaharian. Ini bukan sekadar kelalaian, ini kejahatan terhadap rakyat!” seru Dedy dengan nada marah.
Situasi di lokasi aksi semakin memanas ketika massa mulai membakar ban di pintu gerbang Kantor Gubernur. Beberapa demonstran bahkan nekat memanjat pagar kantor sebagai bentuk kekecewaan atas tidak adanya tindakan konkret dari pemerintah daerah.
“Hingga hari ini, Pj Gubernur maupun Pj Bupati Musi Banyuasin belum mengambil langkah apapun untuk membuka jalur yang menjadi urat nadi ekonomi wilayah ini,” tambah Dedy.
Penutupan Sungai Lalan telah menghantam sektor-sektor vital seperti pertanian, perikanan, dan perdagangan, menjerumuskan ribuan warga ke jurang kehancuran ekonomi.
“Ini bukan hanya kelalaian, ini sabotase ekonomi rakyat. Pemerintah seolah sengaja mempermainkan nasib ribuan keluarga yang bergantung pada sungai ini,” lanjutnya dengan nada semakin keras.
Koordinator lapangan, Ibrahim, menuduh pemerintah daerah hanya berusaha memperpanjang krisis ini dengan menggelar rapat demi rapat tanpa hasil nyata. “Ini bukan lagi soal rapat. Kami membutuhkan aksi nyata, bukan janji kosong,” tegasnya.
Ibrahim juga menuntut agar Presiden RI, Menteri Perhubungan, Menteri Dalam Negeri, Menkopolhukam, dan Menteri Investasi segera turun tangan untuk mengatasi krisis yang sudah menjadi isu nasional ini.
Menurutnya, kelambanan penanganan telah mengancam perekonomian rakyat Sumatera Selatan dan merusak iklim investasi di Indonesia.
“Kami beri batas waktu. Jika tidak ada tindakan nyata untuk membuka akses jalur Sungai Lalan, kami akan menuntut Pj Gubernur dan Pj Bupati untuk segera mundur,” ancam Ibrahim.
Aliansi ini juga mendesak Pj Gubernur Sumsel untuk segera memerintahkan pembersihan reruntuhan Jembatan P6 yang menghalangi jalur pelayaran Sungai Lalan.
“Sungai ini adalah urat nadi ekonomi rakyat, dan harus segera dipulihkan fungsinya,” tandas Dedy.
Sebagai langkah berikutnya, Aliansi Pengguna Sungai Lalan menginstruksikan seluruh elemen masyarakat Sumatera Selatan untuk bersiap melakukan aksi yang lebih besar. Ribuan warga telah diminta untuk mengepung Kantor Gubernur Sumsel dan Kantor Bupati Musi Banyuasin hingga tuntutan mereka dipenuhi.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Perjuangan ini bukan sekadar tuntutan, tetapi perlawanan demi masa depan kita,” pungkasnya tegas.
Menanggapi aksi demo, Sekda Provinsi Sumsel Edward Chandra mengatakan, terima kasih atas penyampaian aspirasinya. Tapi Pak PJ Gubernur saat ini sedang berada di Jakarta untuk mengurus persoalan ini.
“Persoalan Lalan ini sudah difasilitasi oleh Pak PJ Gubernur, Pak Kapolda dan pihak Kejaksaan yang dipimpin oleh Pak PJ Gubernur,” ujarnya.
Dia menuturkan, hari ini adalah rapat terakhir untuk menyepakati bahwasanya asosiasi sudah menyanggupi untuk menyelesaikan kerugian terutama untuk perbaikan jembatan tersebut.
“Pak PJ Gubernur sudah mengarahkan pihak asosiasi untuk memberikan santunan agar dituntaskan, termasuk ganti rugi dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat itu sudah disepakati oleh asosiasi,” katanya.
Dia menuturkan, PJ Muba besok untuk mengecek lokasi didampingi provinsi untuk menindaklanjuti. “Ini butuh proses untuk puing-puing itu akan jadi prioritas untuk diangkat. Sehingga masyarakat bisa beraktivitas kembali,” ucapnya.
“Untuk dampak sosial itu sudah disepakati oleh asosiasi yang akan bertanggung jawab, termasuk untuk pembangunan jembatan itu juga menjadi tanggung jawab asosiasi.
Prosesnya akan melalui Tim ahli dan tim ahli akan menghitung seluruh biaya pembangunan jembatan tersebut.
“Pembangunan juga akan dikawal oleh Kejaksaan dan kepolisian. Sedangkan untuk proses hukum penyidikan itu menjadi ranah kepolisian,” tambahnya.
Untuk surat kesepakatan, sambung Edward Chandra, kesepakatan belum ditandatangani PJ Gubernur. “Yang terpenting asosiasi sudah menandatangani kesepakatan tersebut, sehingga itu bisa menjadi pegangan kita, untuk melegalkan lagi supaya dijalankan,” bebernya.
“Surat kesepakatan itu belum ditandatangani oleh PJ gubernur dan PJ Bupati. Di berita acara itu nanti dijelaskan poin-poin tanggung jawab dari asosiasi termasuk dampak sosial santunan dan lain-lain yang menjadi tanggung jawab asosiasi,” tandasnya. (**)