BeritaDaerah

Miris, RS Pelabuhan Palembang Tolak Pasien Menggunakan Kartu Indonesia Sehat, Tapi Pasien Diminta Jadi Pasien Umum Serta Diminta Uang Jaminan Jutaan Rupiah

Palembang, JNNews.co.id, -Nasib malang dialami anak balita bernama Muhammad Raka Hendriansyah di Palembang. Pasalnya Muhammad Raka Hendriansyah yang merupakan pasien yang menggunakan BPJS Kartu Indonesia Sehat (KIS) ditolak oleh pihak Rumah Sakit Pelabuhan Palembang dengan alasan ruang rawat inap kelas 3 penuh, tapi diminta menjadi pasien rawat inap di kelas 2 dengan menjadi pasien umum dan diminta uang jaminan untuk dilayani perawatannya.

Muhammad Yamin Rasyid mengatakan, kronologisnya cucunya bernama Muhammad Raka Hendrianyah ini kena demam panas, mencret dan muntahnya dari pagi sampai Isya pada Jumat malam sampai 20 kali.

“Jadi saya bawa ke RS Ar Rasyid. Saat tiba di RS Ar Rasyid kondisinya di ruangan IGD sudah sangat penuh dan antriannya panjang. Jadi perawat RS Ar Rasyid mengatakan, saat kondisi antrian sangat panjang. Perawat Ar Rasyid meminta maaf dan berkata kalau mau menunggu silakan tapi kalau mau dirawat sekarang ini di emergency ini full. Saya memang benar melihat akhirnya saya bilang izin untuk bawa pulang saja jadi akhirnya saya bawa ke Rumah Sakit Az Zahra. Ternyata di RS AZ Zahra ternyata juga sudah full, dan tidak ada ruangan maka cucu saya dirujuk ke RS Pelabuhan Palembang karena rumah sakitnya besar dan banyak ruangan. Jadi saya bawa cucu saya ke RS Pelabuhan Palembang,” ujarnya saat diwawancara, Sabtu (06/01/2024).

Setiba di RS Pelabuhan Palembang, sambung dia, cucunya dicek dan kata dokternya harus dirawat.

“Kata dokter, harus dirawat jadi kami disuruh cari kamar. Begitu cari kamar, kata perawat di RS Pelabuhan Palembang tidak ada kamar kosong untuk kelas 3 BPJS yang menggunakan KIS. Terus kami ajak musyawarah tolong dirawat dulu kami bilang sepengalaman kami waktu berpengalaman di Siti Khodijah kami pernah bawa orang tua kami dalam keadaan sakit kritis tapi di Siti Khodijah dirawat dulu dan dititipkan sementara di kelas 1, ketika ruang rawat inap di kelas 3 ada yang kosong pasien langsung pindahkan ke kelas 3. Saya sudah sampaikan itu di rumah sakit pelabuhan itu, bahwa di rumah sakit Siti Khadijah pasien KIS bisa dirawat dengan menggunakan kartu KIS walaupun kamar kelas 3 penuh, tapi dititipkan sementara diruang rawat inap kelas 1 untuk sementara. Saya minta tolong agar cucu saya diberi perawatan, akhirnya perawat Rumah Sakit Pelabuhan Palembang bicara kalau mau solusi bisa memberikan rawat inap tapi dengan status pasien umum. Karena ruang rawat inap kelas 3 penuh maka dialihkan ke ruangan rawat inap kelas 2 dengan status pasien umum, karena ruang rawat inap kelas 2 penuh maka dipindahkan ke ruang rawat inap kelas 1. Tapi dihitung pasien rawat inap kelas2. Mereka bilang ada ruangan rawat inap tapi untuk kelas 2 dengan status pasien umum. Jadi aku kesal kenapa bisa dirawat inap kalau untuk umum. Bukan karena saya ada uang, intinya kalau memang ingin rawat tolonglah dirawatlah dulu cucu saya. Tapi pakailah dulu rasa kemanusiaan itu rumah sakit pelabuhan sangat berat,” bebernya.

“Begitu kami sudah daftar umum baru diberi perawatan cucu kami. Kami juga tidak banyak uang untuk jaminan tiba-tiba saat di kasir itu kita dipinta jaminan uang jaminan Rp 1,5 juta untuk uang jaminan. Saya baru bawa uang cuma Rp700.000 untuk Pampers, untuk makan karena memang anak saya susah kerjanya hanya penjual bensin eceran dalam sebotol itu hanya untung Rp 2.000. itu dalam sehari hanya laki beberapa botol saja menjual bensin. Jadi kami kecewa dengan pelayanan di rumah sakit Pelabuhan Palembang. Saya kakeknya sangat khawatir kalau dipindah-pindahkan lagi ke rumah sakit lain, maka bisa meninggal di jalan cucu saya. Jadi kami ributkan di rumah sakit Pelabuhan Palembang, tapi petugas RS Pelabuhan Palembang masih nak memaksakan kehendak mereka, memaksakan kami tetap bayar uang jaminan. Akhirnya kami berusaha mencarikan uang untuk uang jaminan Rp 1,5 juta jadi kami rasa kekecewaan,” katanya.

Yamin berharap, depan jangan sampai terjadi lagi kejadian seperti cucunga.

-

“Kalau peraturan seperti ini diterapkan orang miskin Indonesia ini berobat di rumah sakit bisa mati di jalan, karena tidak dilayani ini jangan sampai terjadi lagi cukuplah kami saja. Ini akan berusaha mencari uang perawatan itu karena prediksi dari rumah sakit itu kalau 3 malam kami bisa membayar hingga Rp 4 juta. Kami akan mencari uang pinjaman, yang penting cucu kami dirawat. Tapi kalau masyarakat lain yang benar benar tidak memiliki uang, seperti apa bisa mati di jalan. Jadi dengan adanya kejadian yang kami alami, harapan kami itulah kepada pemerintah juga tolong ditinjau ditindaklanjuti rumah sakit seperti Rumah Sakit Pelabuhan Palembang ini.
Dari awal masuk, karena rumah rawat inap kelas 3 penuh. Kami diminta jadi pasien umum, dan langsung diminta uang jaminan sebesar Rp 1,5 juta,” tuturnya.

Saat dikonfirmasi dengan pihak RS Pelabuhan Palembang. Awak media bertemu dengan Pegawai rekam medis berma Hamid.

Hamid mengatakan, saat pasien datang kondisi ruang rawat inap kelas 3 sudah penuh. Dan ruang rawat inap kelas 2 juga penuh.

“Jadi kami sarankan untuk masuk diruang rawat inap kelas 2, tapi diberikan ruang rawat inap kelas 1 dengan status pasien umum. Jadi memang harus bayar kalau pasien umum,” katanya.

“Bukan kita tidak menerima kisah Karena posisinya kelas 3 penuh. Satu kamar anak anak-anak itu orang enam. Kapasitas ruang itu hanya untuk orang enam. Kalau di IGD menaruhkan anak-anak rawan. Mana di ruangan kelas 3 belum ada rencana yang pulang jadi tidak bisa kita rawat di ruang rawat inap kelas 3.Kita terima untuk rawat inap tapi dengan cara bayar,” ucapnya.

Hamid menuturkan, kalau pasien dirujuk terus makin bahaya pasiennya karena sudah dari rumah sakit lain dirujuk terus.

“Jadi pertimbangan kemarin itu ditawari untuk jadi pasien kelas 2 tapi diletakkan kelas 1 karena kelas 3 sudah penuh.Pasien dirawat dengan status di ruang kelas 2 tapi ditempatkan di kelas 1,” katanya.

Dia menjelaskan, BPJS ini aturannya kalau ada kamar sesuai kamarnya itu masuk kamar sesuai kelasnya. Tapi kalau tidak ada itu bisa turun atau bisa naik satu tingkat turun atau satu tingkat naik. Posisinya di kelas 2-nya juga penuh jadi tidak bisa naik ke kelas 1.

“Status pasien ini di kelas 2 tapi dititipkan di kelas 1 karena kelas 2-nya tidak ada untuk update pasien umum kami naikkan satu tingkat di atasnya,” ucapnya.

“Kalau di oper lagi dengan rumah sakit lain kasihan pasiennya.Kami bisa menolong tapi untuk perawatan lebih lanjut kota Palembang ada rumah sakit sendiri dan punya komitmen untuk melayani semua masyarakatnya di rumah sakit bari. Kami menolak pasien KIS karena ruang rawat inap kelas 3 penuh, kami tawarkan ruang inap kelas 2 tapi bayar dengan umum. Kalau pasien ngomong tidak ada dana untuk jadi pasien umum, maka kami rujuk ke rumah sakit BARI atau RSMH.

“Kami memberikan solusi kalau mereka tidak ada uang kami ke si solusi akan berikan rujukan ke rumah sakit Muhammadiyah atau rumah sakit Bari. Kasih solusi kalau tetap dirawat di sini karena kelas 3 penuh dan kelas 2 penuh kami kasih solusi dia dirawat di sini dengan posisi pembiayaan di kelas 2 tapi kami letakkan di ruangan kelas 1 karena kelas 1 memang ada yang kosong.Intinya kami bukan menolak KIS-nya. Karena posisinya kelas 3 penuh dan kelas 2 penuh jadi kami tawarkan jadi pasien umum kelas 2 tapi diletakkan di kelas 1. Kami tidak bisa menitipkan sementara pasien di ruangan kelas 1 sementara, karena itu aturan kebijakan itu ada di rumah sakit masing masing. Disini tidak bisa,” pungkasnya. (DNL)

About Author

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
https://jnnews.co.id/