Kolom

Mudik, Gagap Kebijakan, Extra Ordinary

Bandar Lampung, (Jnnews) | Fenomena Mudik Setelah berpuasa satu bulan lamanya, berzakat fitrah menurut perintah agama, Mari kita ber-Idul Fitri berbahagia, mari kita berlebaran bersuka gembira … (lirik lagu: Hari Lebaran, Ismail Marzuki).

Demikian penggalan lirik lagu Hari Lebaran ciptaan Ismail Marzuki menggambarkan perayaan ritual agama Islam mayoritas penduduk bangsa Indonesia yang di dalamnya “melekat” fenomena sosial budaya khas Indonesia yang kemudian dikenal sebagai istilah mudik. Secara etimologis, mudik yang asal katanya dari kata mulih ndisik (Jawa) atau udik (Melayu/ Betawi) yang bermakna kampung atau kembali ke kampung/ desa.

Dari perspektif antropologi, Pergerakan orang kembali ke kampung atau pulang kampung menurut catatan sejarah sudah dimulai dari zaman kerajaan Majapahit dimana banyak orang ndeso yang bekerja di pusat kerajaan, apakah sebagai orang yang mengabdi pada kerajaan atau mereka yang mencari penghidupan di luar kerajaan, tetapi waktu itu kembali ke kampung itu hanya dilakukan secara personal. Memasuki era tahun 50 an, seiring semakin tumbuhnya Jakarta sebagai “pusat” keramaian dan ekonomi, diikuti masih adanya “gejolak” sosial dan keamanan di daerah-daerah, maka semakin banyak orang dari desa-desa yang “hijrah” ke Jakarta entah untuk alasan ekonomi dan atau alasan keamanan, yang situasi waktu itu di Jakarta lebih baik situasinya. Sejak itulah maka pergerakan orang dari Jakarta pulang kampung pada moment lebaran lebih terasa masif dan dalam jumlah yang banyak.  Dan di era tahun 80 ketika pembangunan infrastruktur jalan, kereta api dan pelabuhan sudah hadir dan menghubungkan transportasi dari Jakarta menuju kota lainnya dan sebaliknya, maka fenomena mudik itu nampak semakin masif dan menjadi “arus utama” pergerakan orang yang menjadi bagian dari perayaan hari lebaran, moment satu kali dalam setahun.

Fenomena mudik dari tahun ke tahun bukan menunjukkan partisipasi jumlah orang yang semakin menurun, justru sebaliknya menunjukkan jumlah orang dan kendaraan dengan berbagai dinamika di dalamnya. Mudik yang awalnya hanya menjadi tradisinya “kaum coro” (orang kelas bawahan), dalam perkembangannya justru melibatkan semua kalangan, termasuk orang kaya, pejabat dan kaum elite negara ini nampak ikut terlibat dalam mudik, yang menjadi “ritual” bahkan menjadi kebutuhan kehidupan sosial masyarakat yang melekat dengan hari lebaran.

Mudik 2022

Mudik selalu menjadi fenomena menarik untuk dilihat, bukan saja karena uniq tetapi juga didalamnya mengandung berbagai hal yang patut untuk dikaji, dievaluasi untuk diberikan solusi dikala real time ataupun dimasa yang akan datang. Mudik 2022 ini diperkirakan mempunyai volume pemudik terbanyak sepanjang sejarah mudik, volume kendaraan yang melintas keluar Jakarta tahun ini meningkat 165,5 persen (Tempo.CO), atau istilah lain menyebut sebagai arus mudik yang tertinggi sepanjang sejarah, menurut catatan Jasa Marga ada 1,7 juta kendaraan melintas keluar Jakarta sampai H-1 lebaran (Detik.com), dan diperkirakan terdapat sekitar 85 juta penduduk terlibat dalam mudik kali ini, data tersebut menggambarkan bahwa fenomena mudik bukan lah peristiwa biasa, bukan hal yang tidak perlu diantisipasi, dan bukan pula pergerakan penduduk yang tidak perlu di-maintenance, sungguh ini membutuhkan perhatian, terutama penyelenggara negara, “negara harus hadir” di saat ini. Bahkan secara pragmatis, saat mudik inilah kebijakan pemerintah dalam pembangunan di bidang transportasi menjadi pertaruhannya. Bukankah banyak orang menyebutkan, tolak ukur keberhasilan pembangunan dan budaya masyarakatnya, tercermin dari sarana dan budaya di jalan raya.

Mudik 2022 seperti luapan kegembiraan dan ungkapan rasa rindu keluarga dan kampung halaman yang sempat terhalang “kebijakan” pemerintah melarang mudik selama 2 tahun karena pandemi covid. Ungkapan ingin pulang kampung ini harus ditebus dengan antri dan kemacetan berjam-jam serta mencapai puluhan kilo meter, ada pemblokiran jalan tol oleh pengguna jalan tol menuju Bandung yang merasa sudah lebih dari 6 jam macet di jalan tol, antri dan macet puluhan kilo meter bahkan sampai kota Cilegon untuk bisa sampai ke Pelabuhan Merak, bahkan butuh waktu sampai 9 jam lebih untuk bisa menyeberang ke Pelabuhan Bakauheni, pun juga terjadi di kota-kota lain, bahkan H+2 lebaran dan seterusnya juga terjadi kemacetan parah di kota-kota yang ada di daerah, hal ini juga disebabkan oleh penumpukan kendaraan menuju tempat-tempat wisata. Bila dihitung secara ekonomis dari bahan bakar kendaraan yang habis selama dalam kemacetan, tidak efisiennya waktu di perjalanan dan sebagainya, fenomena ini adalah sebuah fenomena yang bukan biasa, melainkan extra ordinary yang membutuhkan penanganan yang juga paripurna, bukan hanya secara sebagian-sebagian (sporadis) apalagi hanya ditangani secara teknis, tentu hasilnya tidak akan paripurna menyelesaikan masalahnya.

-

Solusi Kebijakan

Kebijakan pembangunan infrastruktur yang semakin maju berupa jal tol, peningkatan sarana pelabuhan dan sebagainya menjadikan semakin banyak penduduk yang memanfaatkan untuk mudik lebaran, terbukti dari luapan angka-angka diatas, juga kemacetan bisa kita rasakan. Problemnya akan kembali hadir disaat arus balik pergerakan orang dan kendaraan dari kota-kota di daerah menuju Jakarta, dan akan mencapai puncaknya diperkirakan akhir pekan ini, seiring akan dimulainya akitivitas warga di Jakarta, mulai masuk kerja, mulai jadwal masuk sekolah, mulainya aktivitas bisnis dan lain sebagainya, yang rata-rata dimulai tanggal  9 Mei, tentu saja titik waktu ini yang menjadi patokan untuk kembalinya arus pergerakan orang dan kendaraan ke Jakarta.

Diduga ketika arus balik inipun akan terjadi penumpukan kendaraan dan menyebabkan kemacetan, tentu untuk mengurai problem ini, tidaklah cukup “diserahkan” kepada petugas di lapangan untuk menguraikannya, keterbatasan personel tentu akan menjadi alasan tersendiri, tidak lah cukup “hanya” dalam bentuk kunjungan Menteri sekalipun ke lokasi pusat titik kemacetan, hal ini bukannya tidak bermanfaat sama sekali, tetapi kunjungan singkat itupun hanya sekedar shock terapi untuk kesiapan petugas di lapangan, sambil menyapa beberapa penumpang kendaraan yang kebetulan melintas, atau bahkan sedikit berdialog barangkali, seperti saat arus mudik kemarin, ternyata problemnya tetap terjadi sebagaimana kita lihat.

Sedikit sumbang saran, ada baiknya “negara” hadir membuat kebijakan yang lebih konprehensif, taktis dan real time, yang langsung dapat diterapkan. Untuk mengatasi problem yang extra ordinary, maka diperlukan langkah yang juga bersifat extra ordinary, tersistem, komprehensif, melibatkan berbagai pihak dari pembuat kebijakan di hulu hingga terasa aliran di hilir manfaatnya. Sebagai salah satu contoh, karena tgl 9 Mei itu merupakan persoalan krusial, sebagai simpul waktu dimulainya berbagai aktivitas di Jakarta, hingga arus pergerakan orang dan kendaraaan menuju waktu tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan datang ke Jakarta. Untuk itu dibuatkan “kebijakan” untuk memilah dengan skala prioritasnya sehingga ada tawaran baru soal waktu sehingga orang tidak harus memulai aktivitasnya ditanggal 9 waktu yang sama. Mungkin juga dengan pengurangan tarif ticket angkutan laut, udara, tarif tol untuk waktu setelah tanggal 9 dan lain sebagainya dalam bentuk kemudahan dan rangsangan kepada para pemudik hingga yang bersangkutan bisa dengan sendirinya “mengendorkan” waktu kembali ke Jakarta sehingga bisa mengurangi volume arus orang dan atau kendaraan pada saat arus balik, kebijakan seperti ini akan terasa lebih bermanfaat bagi banyak orang dan juga sangat membantu para petugas yang bekerja di lapangan.

Semoga kehadiran negara dalam memberikan atensi dalam bentuk kebijakan yang konprehensif dan tidak hanya sebatas teknis di lapangan akan sangat membantu para pemudik dan juga petugas dilapangan agar arus mudik dan balik lebaran 2022 sebagai arus mudik tertinggi dalam sejarah mudik Indonesia akan terasa lebih baik, nyaman dan manusiawi, Aamiin …, Selamat Berlebaran: Minal Aidin Wal Faa Idzin, Taqabalallahu Minna Wa Minkum. /

Oleh ; Wendy Melfa (Program Doktor Ilmu Hukum Unila).

Editor ; Sn

Red

About Author

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
https://jnnews.co.id/