Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Pada Malam Hari Sebagai Perwujudan Hak Asasi Manusia
Jakarta – Figurnews – Atas dasar kepentingan dan tuntutan pekerjaan, sering sekali para pekerja di wajibkan untuk dapat bekerja secara over time sesuai ketentuan pasal 187 ayat 1 dan 2 UU Cipta Kerja dan bahkan untuk dapat mengejar target produksi atau usaha yang menyediakan layanan 24 jam. Kita juga mengenal sistem shift, termasuk shift malam yang membuat para pekerja baik laki-laki ataupun perempuan harus membiasakan dirinya untuk mengubah kebiasaan normal mereka.
Terutama untuk para pekerja perempuan jika bekerja pada malam hari, selain memiliki resiko kelelahan fisik juga mereka sangat lah rentan terhadap resiko kenyamanan dan keselamatan kerja. Maka dari itu perlu kita sama-sama ketahui baik untuk para pekera terkhusus pekerja perempuan itu sendiri dan para pengusaha untuk dapat memahami aturan-aturan apa saja yang berlaku untuk dapat melindungi para pekerja terutama perempuan ketika bekerja di malam hari.
Selain peraturan nasional perlindungan pekerja perempuan juga di atur dalam hukum internasional yaitu pada pasal 11 ayat 1 CEDAW huruf F yang mengatur bahwa hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja baik di dalam atau luar rumahnya haruslah mendapatkan perlindungan dari lembaga pemerintah ataupun swasta untuk memastikan pekerja wanita dapat bekerja secara terhormat, memelihara agamanya, serta dapat menghindari dampak negatif dalam lingkungan pekerjaannya.
Lebih lanjut dalam hukum nasional di atur dalam pasal 76 UU No 13 2003 Jo UU Cipta Kerja yang mengatur bahwa pekerjaan shift malam yaitu bagi pekerja yang melaksanakan pekerjaannya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00, dimana pengusaha sangat di larang keras untuk memperkerjakan anak di bawah umur (di bawah 18 tahun) dan perempuan hamil di karenakan menurut penelitian medis sangatlah berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan baik secara psikologis ataupun fisik.
Serta para pengusaha di wajibkan untuk dapat memberikan fasilitas berupa makanan, minuman dan jaminan keamanan bagi para pekerja perempuan.
Timbul pertanyaan, apakah pekerja perempuan dapat menolak perintah perusahaan terkait bekerja pada shift malam ?
Jawaban nya adalah boleh, dengan dasar hukum pasal 76 UU No 13 Jo UU Cipta Kerja dan dengan catatan jika para pelaku usaha tidak dapat memfasilitasi dan memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan untuk dapat menyediakan makanan minuman bergizi, menjaga keamanan dan kesusilaan, serta menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan baik berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 sampai pukul 05.00.
Peraturan lebih lanjut yang menjelaskan perlindungan pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari terdapat pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 224 Tahun 2003 yang mengatur tentang :
A. Kewajiban memberikan makanan dan minuman, yaitu :
1. Yang di maksud makanan bergizi harus sekurang kurang nya memenuhi 1.400 kalori
2. Makanan dan minuman tidak dapat di ganti dengan uang
3. Penyediaan makanan, minuman, peralatan dan ruangan makanan harus layak secara higiene dan sanitasi
4. Penyadian makanan harus bervariasi
B. Kewajiban menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja, yaitu :
1. Menyediakan petugas keamanan di tempat kerja
2. Menyediakan kamar mandi / WC yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara laki-laki dan perempuan.
C. Kewajiban menyediakan angkutan antar jemput, yaitu :
1. Antar jemput di mulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya.
2. Penjemputan di lakukan pada pukul 23.00 sampai 05.00
3. Tempat penjemputan harus lah di tempat yang strategis untuk pekerja
4. Kendaraan penjemputan harus dalam kondisi layak jalan.
Jika para pelaku usaha melanggar ketentuan peraturan peraturan tersebut maka pekerja dapat melaporkan pelaku usaha kepada pengawas Dinas Ketenagakerjaan dengan ancaman sanksi hukum yang dapat di kenakan kepada pelaku usaha adalah mulai dari sanksi administrasi (peringan, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, penghentian sementara atau seluruh alat produksi sampai dengan pencabutan ijin usaha) ataupun dapat di kenakan sanksi pidana jika terjadi pembiaran yang mengakibatkan tindakan tindakan pidana, hal ini di atur dalam pasal 183 s/d 190 UU No 13 2003 Jo UU Cipta Kerja Jo KUH Pidana, perlindangan ini di atur sebagai bentuk perwujudan Hak Asasi Manusia bagi perempuan.
Maka dari itu sudah saat nya bagi para pelaku usaha untuk dapat mematuhi segala bentuk aturan aturan hukum yang berlaku terutama mewujudkan perlindungan bagi pekerja perempuan sebagai Hak Asasi Manusia yang bekerja di malam hari agar dapat menciptakan kondisi kerja yang nyaman dan aman sehingga dapat menunjang produktivitas pekerja itu sendiri.
Untuk dapat mencapai target usaha itu sendiri. Selain itu sanksi yang mengancam para pelaku usaha baik dari aspek administratif maupun pidana harus lah dapat menjadi perhatian penuh bagi para pelaku usaha itu sendiri dan pemerintah dalam penegakkan nya, jangan sampai aturan aturan hukum ini hanya menjadi simbol semata dari adanya Hak Asasi Manusia namun tidak mencerminkan hal yang sebenarnya terkait keadaan perlindungan Hak Asasi Manusia di negara ini.
Redaksi, Eko Yulianto
Editor, Pamungkas Peneliti,
Kamadisa Satwikha Handoko
Mahasiswa S2 Fakultas Hukum UGM (MIH Jakarta)
(SD)