Lubuk Linggau, jnnews.co.id –Ribuan massa yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Masyarakat Peduli Peradilan dan Gerakan Masyarakat Musi Rawas Utara Bersatu Kembali turun ke jalan dan mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Linggau pada Kamis, 31 Oktober 2024.
Aksi ini bertepatan dengan agenda pembacaan putusan sela oleh majelis hakim dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB), dengan terdakwa Djoko Purnomo dan Bagio Wiludjeng.
Massa menggelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk dukungan terhadap aparat penegak hukum, terutama PN Lubuk Linggau, dalam menegakkan hukum secara adil dan tanpa intervensi.
Menurut koordinator aksi, Dayat, aksi ini dilatarbelakangi oleh informasi mengenai potensi intervensi terhadap pengadilan yang diduga akan dilakukan oleh massa yang mengatasnamakan diri mereka sebagai bagian dari Garda Prabowo.
Kami mendukung penuh apa jirat penegak hukum untuk memberantas mafia HGU dan tanah di PT SKB.”ungkap Dayat dalam orasinya.
Pihaknya juga mengecam upaya untuk menyeret nama Presiden terpilih, Prabowo Subianto, dalam kasus ini, menyusul unjuk rasa Garda Prabowo pada 10 Oktober 2024.
“Jangan bawa-bawa nama Pak Prabowo untuk intervensi pengadilan. Ini adalah masalah hukum, bukan politik,” tambah Dayat.
Dalam aksinya, massa meneriakkan dukungan mereka untuk hukum ditegakkan secara adil, terutama dalam menangani kasus mafia tanah yang meresahkan masyarakat di wilayah Musi Rawas Utara.
“Kami meminta agar pihak berwenang segera menyidangkan Direktur Utama PT SKB, H. Halim Ali, yang diduga sebagai tersangka utama dalam kasus ini,”kata Dayat dengan nada tegas.
Dayat menyatakan dengan tegas mendukung penuh kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim PN Lubuk Linggau untuk menegakkan hukum tanpa ragu.
“JPU jangan ragu untuk menuntut maksimal ancaman pidana penjara. Kami yakin Pengadilan Negeri Lubuk Linggau akan menghukum mafia HGU dan mafia tanah dengan tegas,” ujar Dayat.
Massa juga menyatakan kesiapan mereka untuk terus mengawal jalannya persidangan hingga vonis dijatuhkan.
“Kami akan terus berada di sini, bahkan jika masih ada massa bayaran yang digerakkan oleh oknum PT SKB, kami siap menurunkan lebih banyak massa untuk membela Pengadilan Negeri Lubuk Linggau,” tambahnya.
Secara terpisah, Tim Hukum PT Gorby Putra Utama yang terdiri dari Prasetya Sanjaya, S.H., Sandi Kurniawan, S.H., dan Khoirul, S.H., memberikan apresiasi kepada massa yang menunjukkan solidaritas dan kepedulian terhadap integritas pengadilan.
“Kami percaya 100 persen pada Pengadilan Negeri Lubuk Linggau dan kami akan mengawal setiap tahap persidangan hingga putusan vonis hakim,” kata Prasetya Sanjaya.
Prasetya menambahkan bahwa mereka yakin PN Lubuk Linggau akan menjaga marwah peradilan dan menegakkan hukum secara adil dan tanpa intervensi dari pihak mana pun.
Para pendemo diterima oleh Juru bicara Pengadilan Negeri Lubuk Linggau, Achmad Syaripudin, SH mengatakan pihaknya mengapreasi dan berterima kasih atas dukungan dan kepercayaan kepada PN Lubuklinggau dalam penegakan hukum.
“Percayalah kami tidak dapat diintervensi dari pihak mana pun. Dan persidangan akan terus berjalan sesuai dengan aturan hukum berdasarkan fakta-fakta di persidanga,”tegasnya
Sebagai informasi kasus ini berawal dari sengketa lahan perkebunan kelapa sawit milik PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) yang berlokasi di Desa Sako Suban, Kecamatan Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin.
PT SKB dituduh mencaplok lahan tambang yang sudah dibebaskan oleh PT Gorby Putra Utama (GPU) di Desa Beringin Makmur II, Kecamatan Rawas Ilir, Kabupaten Musi Rawas Utara, sesuai dengan Permendagri No. 76 Tahun 2014.
Merespon pencaplokan tersebut, PT Gorby Putra Utama mengambil jalur hukum dengan melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri pada 26 April 2024, yang terdaftar dengan nomor laporan LP/B/129/IV/2024/SPKT/Bareskrim Polri. Laporan tersebut menargetkan Direktur Utama PT SKB, H. Halim Ali, sebagai tersangka utama.
Terdakwa Djoko Purnomo dan Bagio Wiludjeng dituduh melakukan pemalsuan dokumen untuk penerbitan sertifikat HGU atas nama PT SKB. Mereka didakwa melanggar Pasal 107 jo. Pasal 41 dan 42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, serta Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pemalsuan dan penggunaan surat palsu. (**)