Palembang, JNNews.co.id –Wakil Ketua Komisi II yang juga sebagai Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Abu Sari, S.H.,M.Si menghadiri Rapat Paripurna ke XLI (61) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi Sumsel dengan agenda penyampaian penjelasan Gubernur Sumsel terhadap 4 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) provinsi Sumsel.
Dikatakan Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sumsel Abu Sari, S.H.,M.Si, dimana tadi saya sampaikan pandangan masukan mengenai permasalahan pertanian di provinsi Sumsel didalam paripurna tadi. Saya akan memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk program satu desa satu Ekskavator.
Dimana untuk di Komisi II DPRD Provinsi Sumsel ini sendiri membidangi di bidang perekonomian, sedangkan untuk mitra kerjanya Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perkebunan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kehutanan, Dinas perikanan dan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
“Jadi lebih kurang selama 2 tahun sejak terbitnya Undang-Undang Kebakaran Hutan Dan Lahan (Karhutla), jadi tidak dibenarkan membuka lahan dengan sistem membakar,” ujarnya.
Kemudian, daripada itu untuk sementara Undang-Undang tersebut sampai hari ini belum pernah ada memberikan solusi bagaimana untuk kelangsungan hidup para petani, yang selama ini berusaha di bidang pertanian dan perkebunan dengan membuka lahan dengan membakar.
Saya mendapat masukan dari petani dan masyarakat yang berkebun, dari seluruh kabupaten kota semua mengeluhkan mempermasalahkan Undang-Undang karhutlah karena tidak ada solusi.
“Kalau ini dibiarkan berlarut-larut maka 10 sampai 20 tahun yang akan datang, maka masyarakat khususnya pertanian dan perkebunan akan menjadi penonton pada bekas lahannya sendiri,” ungkapnya.
Dilanjutkannya, karena mereka tanam sawit dan karet, dimana setelah mereka tanam setelah berjalan waktu setelah 20 tahun lebih maka sawit dan karet itu akan mati dan akan menjadi hutan kembali. Sedangkan dengan sistem tradisional yang membakar itu tidak boleh sementara tidak ada solusi. Petani dan perkebunan rakyat ini beda dengan plasma.
Jika lahan mereka tidak dimanfaatkan. Maka mereka menjual ke perusahaan-perusahaan. Sedangkan perusahaan itu banyak perusahaan asing yang menguasai lahan Indonesia ini perkebunan kebanyakan perusahaan asing Malaysia dan Singapura.
“Kalau lahan-lahan ini terjual. Apa yang saya sampaikan tadi anak cucu kita ke depan akan menjadi penonton terhadap lahan orang tuanya. Ini terjadi yang kita takutkan 10 sampai 20 tahun yang akan datang anak cucu kita jadi penonton dilahan nya sendiri,” katanya.
Masih dilanjutkannya, saya tadi sampaikan pada Gubernur, dan Pimpinan Dewan tadi, kalau Pemprov Sumsel mengajukan 4 Perda, saya mengusulkan untuk dapat juga dibuatkan Peraturan daerah (Perda) setiap desa itu diberikan hibah satu alat ekskavator melalui kabupaten kota dan ini dikelola oleh badan usaha milik desa (BumDes).
Jadi mereka bisa menyewa dengan harga murah. Karena excavator itu butuh biaya perawatan, untuk gaji operator untuk minyak dan untuk yang lain sebagainya. Excavator itu harganya sekitar Rp 1,5 miliar, dimana Excavator ini bisa digunakan untuk membuka lahan tanpa membakar.
“Kedua bisa untuk normalisasi sungai-sungai yang sudah dangkal, membuat drainase persawahan, bisa juga untuk membuat kolam di kawasan Lebak, dan bisa juga membangun jalan menuju perkebunan,” ucapnya. (DNL)